Kepemimpinan birokrasi barangkali dapat didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi para pegawai untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan mengarahkan organisasi agar lebih kompak dan kondusif, dengan cara menerapkan konsep, nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan ketrampilan melalui kewenangan yang dimilikinya.
Legitimasi kewenangan ini pula yang digunakan Weber ketika menyusun model
kepemimpinan birokrasi (Weberian). Model kepemimpinan birokrasi Weberian,
101 sebagaimana karakteristik kelembagaan birokrasi Weber, cenderung berorientasi pada kekuasaan secara rasional, legal dan hierarkis, serta pengawasan yang kaku.
Di samping itu, James McGregor Burns pada tahun 1978 dan selanjutnya Bernard M. Bass (1985), menambahkan bahwa kepemimpinan birokrasi seperti transaksi antara kekuasaan dan loyalitas pegawai. Seperti juga dikritik oleh Mark Homrig (2005), mekanisme kepemimpinan birokrasi Weberian seperti jual-beli saja, pekerjaan ditukar dengan gaji, jabatan dengan loyalitas, sumbangan dengan tender, dsb.
Berdasarkan inilah selanjutnya Burns dan Bass mengembangkan model kepemimpinan transformasional yang berfokus pada kemampuan seorang pemimpin dalam membangun sinergi dalam organisasi melalui pengaruh dan kewenangan sehingga mampu mencapai visi dan misi organisasinya.
Di sini, pemimpin tidak hanya bertugas sebagai atasan, tapi juga harus memastikan bahwa semua aturan dipatuhi oleh karyawan. Kepemimpinan birokrasi ini cukup efektif untuk memantau hasil kerja rutin dari para karyawan.
Jadi, sekiranya ada karyawan yang malas-malasan atau tidak menunjukkan kinerja baik, atasan bisa segera mengambil sikap.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya