Adapun definisi Marah ( اَلْغَضَبُ ) yang dijelaskan dalam sebuah laman bernama almanhaj, Secara Bahasa Marah ( اَلْغَضَبُ ) mempunyai beberapa makna, di antaranya:
1. اَلسُّخْطُ (kemarahan) atau عَدَمُ الرِّضَى بِالشَّيْءِ (tidak meridhai sesuatu). Kita katakan: غَضِبَ عَلَيْهِ غَضْبًا وَمَغْضَبَةً, yaitu benci atau tidak ridha, غَضِبَ لَهُ yaitu benci atau ia tidak ridha kepada sesuatu karenanya.
2. اَلْعَضُّ عَلَى الشَّيْءِ (menggigit sesuatu). Kita katakan: غَضِبَتِ الْخَيْلِ عَلَى اللُّجْمِ, yaitu menggigit.
3. اَلْعَبُوْسُ (kemuraman). Kita katakan: نَاقَةٌ غَضُوْبٌ وَامْرَأَةٌ غَضُوْبٌ yaitu bermuram muka.
4. وَرِمَ مَاحَوْلَ الشَّيْءِ (membengkak disekitar sesuatu). Kita katakan: غَضِبَتْ عَيْنُهُ, yaitu matanya membengkak, غَضِبَتْ yaitu bengkak di sekitarnya.
5. اَلْكِدْرُ فِي الْمُعَاشِرَةِ وَالْخُلُقِ (buruk dalam bergaul dan berakhlak). Kita katakan: هذَا غَضَابِي, yaitu buruk dalam bergaul dan berakhlak dengannya.
6. Perisai dari kulit unta yang dipakai dalam peperangan. اَلْغُضْبَةُ, yaitu kulit yang keras dari kambing ketika disamak.
Adapun secara Istilah, marah (اَلْغَضَبُ) yaitu perubahan dalam diri atau emosi yang dibawa oleh kekuatan dan rasa dendam demi menghilangkan gemuruh di dalam dada, dan yang paling besar dari marah adalah اَلْغَيْظُ, hingga mereka berkata dalam definisinya: “Kemarahan yang teramat sangat.”
Dalam sebuah Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ ))
“Orang yang kuat bukanlah dengan bergulat, namun orang yang kuat itu adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah (HR. Al-Bukhari kitab al-Adab, bab al-Hadzru minal Ghadhab (Fat-hul Baari X/635, no. 6114). Hadits tersebut memberika sebuah perumpamaan bahwa orang yang kuat di hadapan Sang Pencipta bukanlah orang yang memiliki kekuatan fisik, tetapi orang yang mampu menahan amarahnya.
Pada tingkatan berikutnya, marah justru dilarang, tentunya ada alasannya mengapa bisa dilarang, antara lain adalah ketika dilakukan berlebihan atau bahkan menjadi karakter atau justru menjadi solusi, maka hal seperti tentunya akan dilarang. Seperti yang dijelaskan dalam Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِيْ. قَالَ (( لاَ تَغْضَبْ )) فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Berikanlah nasihat kepadaku.’ Beliau berkata: ‘Janganlah engkau marah.’ Orang itu mengulangi permintaannya beberapa kali, beliau tetap berkata: ‘Janganlah engkau marah. (HR. Al-Bukhari kitab al-Adab, bab al-Hadru minal Ghadab (no. 6116)
Ada tips yang diajarkan oleh agama kita dalam memanajemen Marah. Dikutip dari laman dalamislam, Setidaknya paling sedikit ada 10 amalan yang harus kita amalkan ketika kita marah. Yaitu :
1. Membaca Kalimat ta’awudz
Luapan emosi yang terwujud dalam amarah adalah salah satu hasil dari perpaduan antara kondisi psikologis yang sedang kurang baik dan keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan seperti saat sedang berdebat atau lainnya ditambah dengan godaan dari setan yang terus membisikkan hati kita dengan hal-hal negatif sehingga kita semakin marah dan semakin murka.
Membaca ta’awudz saat marah sangat membantu meredam bahkan menghilangkan emosi sehingga kita bisa lebih jernih dalam berpikir dan bersikap. (Baca juga: Manfaat Ruqyah Dalam Islam)
Berikut adalah bacaan dan arti dari ta’awudz:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”
2. Membaca Kalimat Istighfar
Kalimat itigfar memiliki arti “Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung” dan berbunyi “astagfrullah hal ‘adzim”:
اَسْتَغْفِرُ اَللّهَ الْعَظِیْمَ
Istigfar sangat efektif untuk meredakan emosi yang menguasai hati kita sehingga kita menjadi lebih rileks dan tenang. (Baca juga: Cara Menjaga Hati Menurut Islam; Keistimewaan Amalan Istighfar)
3. Diam
Jika emosi menguasai diri kita maka yang harus kita lakukan adalah diam. Jangan membantah ataupun menjawab apapun yang dikatakan oleh lawan bicara kita karena dalam kondisi emosi biasanya kata-kata yang keluar tidaklah bagus dan akan memperkeruh suasana. Diamlah sejenak sampai emosi mereda barulah bicarakan baik-baik. (Baca juga: Keutamaan Menjaga Lisan dalam Islam)
Mengenai hal ini Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya yang artinya:
“Jika salah satu dari kalian marah, maka diamlah. “ (HR. Ahmad).
4. Merubah Posisi Menjadi Lebih Rendah
Jika dengan diam tidak cukup meredam emosi, maka yang harus dilakukan adalah merubah posisi diri saat kita marah, misalnya marah saat berdiri maka duduklah, jika marah saat duduk maka berbaringlah.
Hal ini dianjurkan langsung oleh Rasulullah SAW dalam hadis yang artinya:
“Jika salah satu dari kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri maka duduklah, karena dengan melakukan hal itu marahnya akan hilang. Dan jika belum hilang, maka hendaknya dia mengambil posisi tidur. “ (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Mengenai hadis ini, Imam Ahmad menceritakan tentang Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu yang melindungi dirinya ketika marah dengan mengubah posisi menjadi lebih rendah. (Baca juga: Hak Muslim Terhadap Muslim Lainnya)
“Suatu hari Abu Dzar sedang mengisi ember. Tiba-tiba datang beberapa orang yang ingin mengerjai Abu Dzar. Salah seorang tersebut menantang kepada yang lainnya ‘Siapa diantara kalian yang berani mendatangi Abu Dzar dan mengambil beberapa helai rambutnya?’. Lalu salah seorang di antara mereka menyanggupi “Saya” Jawabnya.
Kemudian orang tesebut maju mendekati Abu Dzar yang ketika itu berada di dekat embernya, ketika jarak mereka sudah dekat, ia langsung menjitak kepala Abu Dzar untuk mendapatkan rambutnya. Abu Dzar yang ketika itu sedang dalam keadaan berdiripun langsung duduk kemudian merebahkan diri atau tiduran.
Melihat kelakuan Abu Dzar tersebut, orang-orang yang mengerjainya saling pandang dan kebingungan. Lalu mereka bertanya ‘Wahai Abu Dzar, mengapa kamu duduk, kemudian tidur?’ dengan nada dan wajah yang kebingungan.
Mendengar pertanyaan tersebut Abu Dzarpun menyampaikan dan menjelaskan hadis di atas.
Lebih lanjut mengenai anjuran untuk duduk dan tidur saat marah adalah karena saat duduk atau tidur akan mengurangi pergerakan-pergerakan yang mungkin kita lakukan atas dasar hawa nafsu atau emosi yang menguasai seperti memukul, menendang atau lainnya yang tentunya akan sangat kita sesali nantinya.
5. Mengambil Air Wudhu’
Salah satu fungsi air adalah untuk mematikan api, termasuk api setan yang berkobar dalam hati kita dan berwujud dalam rasa amarah. Basuhlah wajah dan tubuh dengan air wudhu sehingga pikiran lebih tenang dan emosipun kian mereda.
Perkara ini dijelaskan dalam sebuah hadis dari Urwah As-Sa’di radhiyallahu ‘anhu yang artinya: Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
6. Segera Mandi
Jika wudhu masih belum cukup meredakan amarah, maka mandi bisa dijadikan salah satu cara untu meredakannya. Karena dengan menyiramkan air ke tubuh kita akan membuat tubuh menjadi lebih rileks dan segar sehingga emosipun mereda bahkan menghilang. (Baca juga: Cara Mandi Dalam Islam)
Sebuah hadis menjelaskan perkara ini bahwa:
“Marah itu dari setan, setan dari api, dan air bisa memadamkan api. Apabila kalian marah, mandilah.” (HR. Abu Muslim)
7. Rajin Membaca Al Qur’an
Selain mendekatkan diri kepada Allah, membaca al-Qur’an juga dapat membuat pikiran menjadi lebih tenang dan melembutkan hati kita. Jadi dengan rajin membaca al-Qur’an emosi akan lebih terkontrol. (Baca juga: Sumber Syariat Islam)
8. Rajin Shalat Sunnah
Langkah selanjutnya jika dengan langkah di atas amarah kita masih sulit dikendalikan adalah dengan melaksanakan shalat sunah. Tidak hanya saat amarah sedang memuncak tapi rutin dilakukan setiap hari karena dari shalat sunah tersebut dapat melatih dan lebih mengontrol emosi sehingga tidak mudah tersulut amarah dan jika terlanjur tersulut maka akan mudah untuk mengendalikannya. (Baca juga: Macam – Macam Shalat Sunnah)
9. Rajin melakukan puasa sunnah
Puasa tidak hanya menahan haus dan lapar saja akan tetapi juga menahan hawa nafsu dan melatih emosi kita agar lebih terkontrol. (Baca juga: Macam – Macam Puasa Sunnah; Hikmah Puasa Sunnah Dalam Islam)
10. Introspeksi Diri atau Tafakur
Langkah terakhir yang paling sulit dilakukan adalah dengan Bertafakur atau introspeksi diri, yakni merenungkan segala perilaku dan ucapan kita yang sekiranya kurang baik dan menyinggung perasaan orang lain. (Baca juga: Kewajiban Muslim Terhadap Muslim Lainnya , Cara Mengatasi Depresi Menurut Islam)
Demikian sedikit penjelasan tentang marah dan bagaimana cara mengatasinya menurut Islam. Semoga menambah wawasan dan manfaat untuk kita.
Referensi: https://almanhaj.or.id/4027-marah-dan-hakikatnya-dalam-islam.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/4027-marah-dan-hakikatnya-dalam-islam.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/4027-marah-dan-hakikatnya-dalam-islam.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/4027-marah-dan-hakikatnya-dalam-islam.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/4027-marah-dan-hakikatnya-dalam-islam.html
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya