Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Saturday, December 28, 2013

Menghidupkan Hati yang Galau

Oleh Ust. Ahmad Muzaini, S.Pd.I

Dalam kehidupan sehari, kita sering mengalami berbagai hal yang mana hal itu dapat menyebabkan "kegalauan" hati.
Ada beberapa tips yang diberikan oleh Aa' Gym dalam menghidupkan hati yang galau, gundah gulana, yaitu;

1. Merasa Bersaudara
Dengan merasa bersaudara, maka akan ada perasaan untuk saling membantu. Kalau ada teman yang memerlukan bantuan, maka hati kita akan disibukkan untuk ikut membantunya. Demikian pula ketika kita yang memerlukan bantuan, maka teman kita tidak akan berat untuk membantu kita, karena kita suka membantu dan kita bersaudara.

2. Mengingat Budi Baik Orang Lain
Dengan mengingat budi baik orang, kita akan selalu merasa senang dan bersyukur. Kemana pun kita pergi, kita akan merasa bahagia tanpa beban dan merasa tidak punya musuh.

3. Meraba Penderitaan
Dengan meraba  penderitaan orang lain, kita akan disibukkan untuk selalu peduli dan selalu bersyukur atas apa yang kita miliki. Dan juga kita akan dikaruniakan kecerdasan hati.

Thursday, December 26, 2013

Lembut tapi Tegas

Dalam kehidupan sehari-hari sebagian orang kadang susah membedakan antara ketegasan dan kekerasan, padahal keduanya berbeda. Memang terkadang sebagian orang menggunakan kekerasan untuk menerapkan ketegasan, namun efeknya akan mudah hilang ketika kekerasannya hilang, karena ketegasannya dihasilkan oleh adanya rasa takut, ketika rasa takut hilang maka ketegasannya pun hilang.
Untuk bisa mencipkan sebuah ketegasan yang baik. Maka kita harus awali dengan yang baik, menggunakan proses yang baik, dan dengan itu akan menghasilkan sesuatu yang baik.
Pada intinya, ketegasan adalah sikap yang kuat untuk mempertahankan segala sesuatu di tempat yang sebenarnya dengan berbagai macam cara.
Nabi Muhammad saw adalah orang yang sangat tegas terhadap semua aturan hidup yang telah dibuat Alloh SWT, dan Nabi Muhammad saw juga merupakan orang yang paling lembut kepada ummatnya. Pola ini harus kita teladani, bagaimana memadukan antara ketegasan dengan kelembutan, dan belajar untuk meninggalkan keterpaduan antara  ketegasan dan kekerasan. Penerapannya cukup sederhana, kita ingat pola awalnya adalah "sikap kuat untuk mempertahankan segala sesuatu pada tempat yang benar", jalankan itu dengan tanpa kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal. Berikan pelayanan terbaik kepada setiap kebaikan, namun jangan pernah kompromi kepada suatu kejelekan sekalipun kecil dan sangat kecil.
Selamat mencoba. Semoga sukses

Jujur itu Membahagiakan

Seorang ayah sedang berusaha membuka buah durian. Agar tangannya terlindungi dari goresan duri, ia menggunakan kaos kaki pada kedua tangannya. Melihat hal itu anak laki-lakinya berkata, "Ayah, itu kaos kaki aku, bukan untuk membuka durian!". Mendengar ungkapan protes anaknya, sang ayah berkata, "Wah, ayah kira ini lap". Anak itu kemudian pergi dan membawa lap. "Ayah ini lap, itu kaos kaki aku!".
Seorang ayah sedang berada di hadapan komputer bersama anaknya. Tak lama kemudian telepon selulernya berdering, lalu bercakap-cakap. Temannya itu menanyakan apa yang sedang dilakukannya. Ayah anak itu berkata bahwa dia sedang membuat program komputer. Tak lama kemudian teleponnya ditutup. Anak laki-laki yang memperhatikan ayahnya berkata, "Ayah seharusnya mengatakan bahwa ayah sedang main game bukan sedang membuat program". Lalu anak itu meminta ayahnya untuk menelpon lagi temannya dan mengatakan yang sebenarnya.
Dua kisah nyata di atas, sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak usia dini dimana pun secara fitrah cenderung mengatakan apa adanya. Sedangkan orang dewasa dengan berbagai alasan kadang tidak berkata sesuai fakta. Dalam beberapa kasus, orang  dewasa melakukan hal itu karena pembelaan diri, seperti pada kisah pertama di atas.
Lalu apa akibatnya yang terjadi pada si anak. Tentu saja anak akan belajar dari peristiwa dan pengalaman sehari-hari. Pada kisah kedua, sang ayah bersedia meralat ucapannya pada temannya, si anak akan belajar bahwa terkadang manusia melakukan kesalahan dan bisa meminta maaf. Namun jika orang tua tidak mau atau berat untuk meralat, maka anak akan belajar bahwa terkadang kita bisa menjawab tidak sesuai fakta. Itu adalah awal pelajaran ketidakjujuran,, dan jika seri ng terjadi akan membentuk karakter pembohong.
Orang tua memang harus menanamkan kewibawaan, namun kewibawaan itu harus berdiri di atas kebenaran, jangan sampai kewibawaan itu berdiri di atas ketidakjujuran.
Sumber : Majalah Suara Hidayatullah edisi November 2013