Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Sunday, March 27, 2011

Buah Apel Bidadari

Suatu hari,Seorang lelaki saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh ke luar dari pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah terbitlah air liur Tsabit, terlebih-lebih di hari yang sangat panas dan di tengah rasa lapar dan haus yang mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.

Maka ia segera pergi ke dalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang telah terlanjur dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja ia berkata, “Aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya”.

Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam”.

Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orangtua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka.”

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba disana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?” Lelaki tua yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !”

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke luar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?” Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang lumpuh !”

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan semacam itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !”

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”. Maka pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum?.”

Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi menjadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya.

Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya ?

Setelah Tsabit duduk disamping istrinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”. Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?” Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya mengunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami dengan baik. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, “Ketika kulihat wajahnya, Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.

Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

Sumber : http://kisahislami.com/

Saturday, March 19, 2011

Air mata Berbuah Mutiara

Beberapa waktu lalu saya singgah ditempatnya Pak Dudung, ada artikel menarik yang saya sempat baca, coba saya sadur ulang;
>>>>>>>>>>>>>>>

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu." Si ibu terdiam, sejenak, "Aku tahu bahwa itu sakit anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit terkadang masih terasa. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
**********
Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa".
Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa".
Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa' yang disantap orang atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kamu cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan di dalam hatimu.. "Airmataku diperhitungkan Tuhan.. dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara." Semoga........

Sumber : http://www.dudung.net/artikel-bebas/air-mata-mutiara.html

Sunday, March 13, 2011

Kenali Kekurangan Diri

Suatu kali, seorang laki-laki konsultasi kepada dokter kejiwaan mengenai keadaan sang istrinya ...
"Dokter ... akhir-akhir ini saya kesal dengan istri saya, kadang kalau saya bicara sering tidak ditanggapi, apa kira-kira masalahnya Dok ..??"
"Apakah istri anda pernah punya masalah dengan telinganya, tuli maksudnya ?"
"Tidak pernah Dok, selama ini tidak pernah ada keluhan semacam itu !"
"Iya kalau dekat kaya kita sekarang sich tidak nampak, tapi kadang bisa tuli dalam jarak tertentu lho, diselidiki dulu pak, nanati kalau sudah ketahuan baru kita adakan tindakan selanjutnya !"
"Oh begitu ya doc .. oke entar coba saya tes dulu"

Pulanglah si laki-laki tadi ke rumah dengan maksud mengadakan identifikasi ketulian. Sesampainya di rumah, didapatinya istrinya sedang masak, lalu mulailah dia menghitung jarak dari 4 meter sambil menyapa.
"mamah ... lagi masak apa ?"
karena belum ada jawaban ia maju 1 meter
"mamah ... lagi masak apa ?"
karena belum ada jawaban ia maju lagi 1 meter
"mamah ... lagi masak apa ?"
Karena masih juga belum ada jawaban ia maju lagi 1 meter hingga kini tinggal 1 meter jarak antara ia dengan istrinya, lalu ia sapa dengan suara agak keras;
"mamah ...... lagi masak apa sich ?"
Tiba-tiba suasana menjadi hening, lalu si istri balik sambil setengah membentak;
"sudah tiga kali mamah bilang kalo mamah lagi masak rendang... rendang... rendang... apa papah tidak dengar ?"
Nah ... siapakah yang tuli sebenarnya hehe
kadang kita sibuk menilai kekurangan orang, tanpa tau keadaan diri kita seperti apa. Salah satu kesuksesan seorang manusia bila dia dapat benar-benar kenal dirinya,bahkan sampai kekurangan terkecil sekalipun. Bahasa kasarnya "bagaimana kita bisa tahu bau ketiak kita sendiri", sehingga hal tersebut tidak sampai berdampak kepada orang yang ada di sekeliling kita. Oke semoga kita bisa melakukannya ...

Manajemen Masalah

Setiap hari kita disibukkan kegiatan masing masing. Sekolah, bekerja, belanja, dugem, dkk yang lebih sering menjengkelkan daripada menyenangkan. Bosan, pengen refreshing, mau relaks dan alasan lain mulai bermunculan. Padahal kalau dipikir lagi, hal ini sangat aneh. Hakikatnya kitalah pemegang kendali atas kegiatan kita, keputusan kita yang berlaku, mau kita kerja suka suka kitalah, akibatnya pun kita tanggung. Tapi kita malah merasa terpenjara karena itu. Ibaratnya seorang sipir di penjara yang terjebak dalam sel gara gara kuncinya lupa dibawa dari rumah. Jadilah dia pesakitan,………

Apa yang menyebabkan semua itu? Banyak anggapan menyatakan bahwa itu semua tergantung mindsetting dan paradigma atau pola pikir kita dalam memandang masalah. Major opinionnya seperti ini”Kita punya masalah karena kita berpikir bahwa kita punya masalah.” Sama seperti filsuf Yunani, Socrates, menyatakan “Jika saya minum atau makan sesuatu yang beracun, semua itu tidak akan membunuh saya jika saya tidak mengenal adanya racun.”

Alasan ini banyak dipakai dalam terapi pemulihan mental dan psikologi. Namun aplikasinya kurang bisa diterima. Salah satu contoh yang bertolak belakang dengan ini adalah pemikiran ‘simple exception’. Apakah kalau saya tidak bisa melihat otak saya, berarti saya tak berotak?

Anggapan lain adalah bahwa masalah disebabkan oleh “metamorfosis” atau ” siklus kecebong.” Seperti layaknya seekor kecebong yang melepas insangnya dan mulai bernafas dengan paru paru. Mungkin awalnya, si beruda mau agar pasokan O2 dalam tubuhnya tercukupi. Namun, lama kelamaan ia kehilangan jati dirinya. Ia mulai meninggalkan air, padahal struktur bagian luarnya terikat erat dengan air, misalnya lendir pada kulit. Ia juga tidak sepenuhnya dapat bahagia di darat. Akhirnya, bisa dikatakan ia terjebak proses yang dieksplorasinya sendiri. Ia bukan makhluk air, ia bukan makhluk darat. Ia terus berputar di tempat, namun lingkaran tidak berawal dan tidak berakhir.

Masalah banyak diawali siklus ini. Kita bereksplorasi, keluar dari zona aman kita, namun tidak memiliki totalitas, totalitas dan totalitas. Kita mau menjelajah, mengubah dan merevisi tatanan hidup, namun tidak melepas “lendir” yang mengikat kita dengan kehidupan lama. Mungkin kenangan akan kegagalan kita menghantui semangat kita dalam memulainya kembali. Atau mungkin kita masih merasa belum “menyelesaikan kehidupan kita” sebelumnya. Seorang pengusaha tekstil yang mapan mencoba meluaskan usaha dengan menjadi pengusaha kendaraan bermotor. Namun bila ia memakai patokan bisnis tekstil, ia hanya akan berputar putar di tempat karena tekstil tidak sama dengan motor, seperti halnya air dan darat.

Namun sebenarnya, masalah paling dominan disebabkan oleh reaksi kita menghadapi suatu kejadian. Bayangkan kejadian berikut:

………………………………………………………………………………
…..

Suatu hari Bram (pegawai kantor) seperti biasanya hendak sarapan sebelum berangkat kerja. Ia juga sekalian mengantar adik perempuannya ke sekolah. Istrinya mempersiapkan perlengkapannya. Adiknya membuatkannya kopi. Ketika adiknya menyuguhkan kopi itu, tanpa sengaja ia terpeleset, dan kopinya tumpah mengenai jas Bram. Bram pun marah marah. Ia gak jadi sarapan, dan pergi ngantor tanpa mengantar adiknya. Di kantor, karena pikirannya dipenuhi emosi, kerjaannya jadi kacau. Teman teman dan bosnya menegurnya. Sementara adiknya terpaksa naik angkutan umum ke sekolah. Di angkutan umum, adiknya kehilangan hp, terus terlambat tiba di sekolah padahal sedang ujian.Komplit

Lihat masalah yang dihadapi Bram. Betul betul kompleks dan memerlukan penanganan yang sangat dalam, karena mencakup semua unsur di sekitar Bram, baik adiknya, kerjaannya, relasinya, dll. Mengapa? Karena ia bereaksi kurang tepat menghadapi kejadian “ringan” pagi itu. Ia bereaksi memakai naluri dan insting, bukannya dengan kedewasaannya. Coba bayangkan kalau misalnya Bram gak marah marah. Ia hanya menyuruh istrinya mengganti jas, menghibur dan memaafkan adiknya, kemudian mengantar adiknya ke sekolah. Sederhana, masalah gak muncul.Melalui ini, kita bisa tahu bahwa bagaimana kita bereaksi memicu masalah atau penyelesaian. Bila kita bereaksi tenang, dewasa dan logis, maka penyelesaian yang muncul. Namun bila menggunakan “emotional dominae” semuanya hanya akan menimbulkan masalah yang lebih kompleks.

Jadi bagaimana kita me manajemen masalah masalah yang terlanjur kita hadapi?

Simpel sekali. Ingat, ini hanya memanajemen, yang berarti mengatur dan menyesuaikan, bukan menyelesaikan, karena masalah setiap orang berbeda. Tujuan kita memanajemen masalah adalah untuk menyederhanakannya, seberapa pun kompleksnya Ada dua cara yang mungkin bisa dilakukan

a. Bila masalah itu adalah masalah eksternal, misalnya masalah di tempat kerja, sekolah, masalah keluarga, dll, jadilah pengamat, berilah solusi bila diminta dan tegaslah dalam menunjukkan logika. Pengamat dalam hal ini berarti kita tidak langsung terjun ke pusat masalah, tapi bergerak melingkar, mulai dari awal masalah sampai ke intinya. Misalnya bila menghadapi teman yang suka mengejek kita. Jangan langsung menjatuhkan pidana bahwa kepribadiannya jelek. Tapi coba sabar, telusuri bagaimana sikapnya pada teman lain. Pasti ada alsan ia melakukan hal itu, apakah sekadar for fun, pelampiasan, atau memang dia ada masalah khusus denganmu. Bila sudah, berilah solusi bila diminta/ atau diperlukan. Mungkin kamu perlu berkonsultasi denga pihak ketiga dan merencanakan bagaimana menyatakan perasaanmu pada temanmu ini. Dan yang terakhir, tegas dalam logika berarti bila masalahnya adalah masalah “side to side”, “ya atau tidak”, nyatakanlah argumenmu dan jangan menariknya kembali, karena akan menimbulkan lebih banyak masalah.

b. Bila masalah internal misalnya kepercayaan diri, patah semangat dan sejenisnya, kilas baliklah kejadiannya. Putar ulang kenangan kejadian yang menyebabkan hal itu. Identifikasilah apa penyebab utama, misalnya kamu ga percaya diri menghadapi ujian. Apa karena ada temanmu yang gagal,atau kamu sendir pernah gagal? Atau apakah kurang persiapan? Bila sudah diidentifikasi apa penyebab utamanya, itulah yang perlu dicari solusinya. Kalau kamu gak percaya diri karena kurang persiapan, itulah yang kamu perbaiki. Tidak perlu misalnya, pindah les belajar, cari guru privat, dll karena bukan itu yang akan menyelesaikannya. Dan yang paling penting, “never give up”

Semua masalah mungkin bisa diselesaikan. Tapi yang paling penting, bagaimana kita mengatur dan menyederhanakannya dahulu, baru menyelesaikannya. Karena, solusi suat masalah bisa jadi “bumerang” dan sumber masalah baru. Intinya, dalam manajemen masalah, pertama jadilah pengamat dan identifikasilah masalahnya. Tidak terlalu sulit. Gitu aja kok repot….?