Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Tuesday, July 30, 2013

Pembiaran Itu Berbahaya

Mungkin sebagian kita pernah melihat ada anak-anak yang melakukan berbagai hal unik, menarik, menghawatirkan, bahkan dinilai berbahaya namun orang tuanya diam saja, merasa biasa tanpa ada rasa khawatir dan tanpa tindakan.
Ada yang naik di meja, naik jendela, panjat pagar, panjat rangka bangunan yang sedang dibangun, bahkan panjat jendela  bus dan keluarkan kepala keluar bus yang sedang laju, sedang orang tuanya hanya diam tanpa merasa khawatir atau merasa bersalah disaat anaknya melakukan kesalahan.
Kalau ditela'ah lebih dalam, sebagian kita beranggapan hal itu tidak bermasalah. Bahkan mungkin kita tidak merasa ada apa-apa dalam hal demikian alias itu kegiatan hidup biasa saja. Namun tidak untuk sebagian orang yang sangat teliti tentang pendidikan anak di dalam keluarganya. Sekecil apa pun yang dilakukan sang anak tidak akan lepas dari pengawasannya dan tidak akan sunyi dari tegurannya. Karena mereka sadar bahwa setiap kegiatan anak adalah pembelajaran.
Ketika anak melakukan sebuah pekerjaan maka sejatinya dia sedang menimbang sebuah nilai, ketika orang tua diam, berarti itu akan menghasilkan sebuah penilaian bahwa apa yang dilakukan adalah baik dan disetujui. Ketika pekerjaan itu mendapat pujian, maka akan menghasilkan sebuah penilaian bahwa apa yang dilakukan itu istimewa. Ketika pekerjaan itu mendapatkan teguran, maka akan menghasilkan sebuah penilaian bahwa apa yang dilakukan itu salah.
Inilah bukti nyata bahwa pendidikan itu dari buaian hingga liang lahat, dalam artian menyeluruh, tanpa henti dan tanpa celah.
Kadang kita sering menyaksikan ada anak yang begitu ringannya membentak temannya, padahal ada orang tuanya di sanpingnya. Ada juga yang sering mengucapkan perkataan kotor. Ada yang terbisa berprilaku negatif (dalam penilaian lingkungan sosial) padahal di lingkungan sekitarnya itu merupakan hal yang negatif.
Bayangkan saja kalau setiap perbuatan yang dilakukan anak kita diamkan, kita biarkan, maka dia akan membentuk penilaian sendiri terhadap setiap yang dilakukan. Syukurnya kalau itu perbuatan positif, bagaimana kalau perbuatan negatif. Tidak dapat dibayangkan, anak kita melakukan berbagai macam pelanggaran tanpa merasa kalau itu kesalahan. Maka kita akan melahirkan generasi yang selalu merasa benar sekalipun mereka bersalah.
WalLohu 'alam

Friday, July 26, 2013

Memperkuat Prisai

Prisai merupakan alat yang digunakan sebagai pelindung untuk melindungi diri kita dari sabetan senjata lawan. Dia akan menjadi tabir antara kita dengan bahaya yang mengancam.
Demikianlah salah satu fungsi puasa bagi orang-orang yang beriman. Puasa akan menjadi wadah latihan dan penguatan untuk menghadang berbagai macam sabetan dosa yang akan mengoyak keimanan kita. Dengan puasa yang berkualitas akan menghasilkan prisai yang sangat kuat.
Kekuatan prisai ini sangat ditentukan oleh seberapa kuat kesungguhan kita dalam usaha meningkatkan kwalitas puasa kita di bulan Ramadhan. Semakin gigih kita, semakin bagus puasa kita, insyaAlloh semakin kuat prisai kita.
Oleh karenanya, ayo kita berusaha sekuat tenaga untuk menjaga dan meningkatkan kwalitas puasa kita, agar terbentuk sebuah prisai diri yang kuat yang akan melindungi kita dari daya rusak maksiat.
Dan kita berusaha untuk mempertahankannya sampai selesai Ramadhan, sehingga prisai itu dapan dipergunakan di luar bulan Ramadhan.

Thursday, July 25, 2013

Orang Sholeh Beristighfar, orang Salah ... ?

Alloh SWT dan Rosul saw menganjurkan kita untuk selalu memperbanyak istighfar. Anjuran ini ditujukan kepada orang yang beriman. MUngkin ini jadi pertanyaan, kenapa orang beriman masih dianjurkan memperbanyak Istighfar.
Imam Al Ghazaliy menjelaskan bahwa bentuk taubat itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kondisi keimanan pelakunya.

;قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تُوْبُوا إِلَى اللَّهِ تَعاَلَى فَإِنِّي أَتُوْبُ إِلَيْهِ كُلَّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ -البخاري في أدب المفرد

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya setiap hari sebanyak seratus kali”. (Riwayat Al Bukhari dalam Adab Al Mufrad dan dihasankan oleh Al Hafidz As Suyuthiy)

Al Hafidz Al Ala’iy menjelaskan bahwa maksud taubat di hadits itu adalah taubat istighfar, yang mana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam banyak melakukannya.

Imam Al Ghazaliy menjelaskan bahwa bentuk taubat itu bertingkat-tingkat sesaui dengan kondisi keimanan pelakunya. Bertaubatnya orang kebanyakan adalah bertaubat dari dosa-dosa yang telah ia lakukan. Sedangkan taubatnya orang shalih adalah taubat dari kelalaian hati. Dan taubat bagi orang-orang yang mencapai derajat keshalihan yang cukup tinggi (khawwas al khawwas) adalah istighfar dari perhatiannya terhadap selain Allah Ta’ala, karena kata “dzanbun” (dosa) secara bahasa bermakna derajat lebih rendah seorang hamba. Dengan demikian, setiap derajat keimanan memiliki taubat sendiri, hingga dengan taubat derajat keimanan dan derajat pertaubatan semakin meningkat. Imam Al Munawiy menjelaskan bahwa ada perbedaan penyebutan jumlah taubat dalam hadits ini dan hadits lainnya yang menyebutkan 70 kali, namun itu semua cermin banyaknya istighfar bukan pembatasan jumlah istighfar yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam (lihat, Faidh Al Qadir, 3/361,362). Jika Rasulullah Shallallallahu Alalihi Wassallam perbanyak istighfar dalam setiap harinya, begaimana dengan kita “bangsa awam” yang banyak dosanya? Seharusnya lebih banyak dari itu, bila kita coba berfikir dengan nalar Sederhana. Oleh karenanya, mari kita jadikan Istighfar untuk membersihkan, menjaga, membentengi dan meningkatkan kwalitas keimanan dalam diri.
Wallohu'alam

From Hidayatullah.com