Ada sebuah suasana, bahkan seperti budaya yang dapat kita saksikan di akhir-akhir bulan Desember. Bahkan di berbagai bidang profesi seakan-akan mempersiapkan momen yang sama, bidang perdagangan ada musim trompet dan topi kerucut, di bidang pertanian ada musim tanam jagung, di bidang perikanan ada musim ikan tertentu, bahkan di bidang pemerintahan ada jadwal khusus cuti bersama ... dan sebagainya. Semua persiapan itu bertujuan untuk menyambut tanggal 1 Januari sebagai perayaan Tahun Baru ...
Kalau kita melihat semua perhatian menuju ke satu moment itu, pertanyaannya ... Sebenarnya perayaan ini milik siapa ?
Sebagai Ummat Islam, Alloh SWT sudah mengingatkan kita untuk selalu cerdas dalam menanggapi situasi. Nah ... Coba kita selalami beberapa literatur terkait itu ...
Sejarah Perayaan 1 Januari
Menurut Wikipedia ... Tahun Baru Masehi (atau disingkat Tahun Baru) adalah perayaan hari pertama dan sekaligus hari pergantian tahun dalam penanggalan Masehi, terutama pada kalender Gregorius dan kalender Julius. Tahun Baru Masehi dirayakan pada tanggal 1 Januari.
Pada kalender Julius zaman Romawi pra-Kekristenan, tanggal 1 Januari didedikasikan pada Dewa Yanus, yang merupakan dewa permulaan dan akhir, serta yang menjadi asal dari nama bulan "Januari". Sejak mulai digunakan pada zaman Romawi Kuno hingga pada pertengahan abad ke-18, hari Tahun Baru Masehi dirayakan pada berbagai tanggal yang berbeda dan tergantung pada tempat hari tersebut dirayakan. Tahun Baru Masehi pernah dirayakan pada tanggal 25 Desember, 1 Maret, 25 Maret, dan juga pada hari Paskah yang berpindah-pindah setiap tahunnya.
Oleh karena sebagian besar negara kini menggunakan kalender Gregorius sebagai kalender sipil di negara masing-masing, Tahun Baru berdasarkan kalender Gregorius menjadi hari raya dan hari libur yang paling ramai dirayakan di seluruh dunia. Hari Tahun Baru umumnya dirayakan dengan menyalakan kembang api sejak Malam Tahun Baru, terutama sesaat sebelum tengah malam, yang menjadi titik pergantian hari dan sekaligus pergantian tahun, pada zona waktu negara masing-masing. Tradisi perayaan Tahun Baru yang juga cukup mendunia adalah membuat resolusi tahun baru dan berkumpul bersama teman dan/atau keluarga
Sumber Lain ... Di Halaman Sindo ada sebuah artikel menarik
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Sabtu, 28 Desember 2024 - 05:15 WIB oleh Widaningsih dengan judul "Sejarah di Balik Perayaan Tahun Baru Masehi, Umat Muslim Penting Mengetahuinya!". Untuk selengkapnya kunjungi:
https://kalam.sindonews.com/read/1509087/786/sejarah-di-balik-perayaan-tahun-baru-masehi-umat-muslim-penting-mengetahuinya-1735297954
Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews.
- Android: https://sin.do/u/android
- iOS: https://sin.do/u/io
Pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Julius Caesar, perayaan tahun
baru untuk pertama kalinya dilakukan pada 1 Januari. Tepatnya adalah
1 Januari 46 SM. Waktu itu, penanggalan Romawi yang sebelumnya dibuat
oleh Romulus pada abad ke-8 mengalami pergantian. Penanggalan yang
terdiri atas 10 bulan atau 304 hari dan dimulai pada bulan Maret ini
kemudian ditambahkan bulan Januarius dan Februarius. Saat ini, kita
mengenalnya dengan Januari dan Februari. Saat Julius Caesar membuat
penanggalan baru ini, ia dibantu oleh seorang ahli astronomi asal
Mesir bernama Sosigenes. Penanggalan baru tersebut dibuat berdasarkan
revolusi matahari seperti yang sudah dilakukan oleh bangsa Mesir
kuno. Nah, setelah itu, 1 Januari ditetapkan sebagai hari pertama
tahun. Setiap tahunnya terdiri atas 365 seperempat hari.
Nama Januari itu diambil dari nama dewa mitologi kuno Romawi, yaitu Dewa Janus yang punya dua wajah menghadap depan dan belakang. Menurut mitologi Romawi, Dewa Janus diyakini sebagai dewa permulaan dan penjaga pintu masuk. Untuk menghormati Dewa Janus, pada setiap tanggal 31 Desember tengah malam, bangsa Romawi mengadakan perayaan untuk menyambut 1 Januari. Bangsa Romawi kuno merayakan tahun baru dengan mempersembahkan korban kepada Dewa Janus dan mengadakan pesta. Jadi, sebenarnya 1 Januari itu belum masuk tahun masehi yah. Julius Caesar waktu itu setuju untuk menambahkan 67 hari di tahun 45 SM. Selanjutnya, 46 SM dimulai pada 1 Januari. Julius Caesar juga memerintahkan untuk menambah satu hari setiap empat tahun sekali, tepatnya pada bulan Februari. Penanggalan ini dikenal dengan Kalender Julian yang diambil dari nama Julius Caesar.
Jika 1 Januari belum menandakan dimulainya tahun Masehi, lalu kapan tahun Masehi mulai diterapkan? Kalender Masehi itu dihitung sejak kelahiran Isa Al-Masih dari Nazaret. Penanggalan ini awal mulanya diadopsi di Eropa Barat pada sekitar abad ke-8.
Seiring berjalannya waktu, Kalender Julian dikembangkan dan dimodifikasi menjadi Kalender Gregorian. Penanggalan menggunakan Kalender Gregorian ini dicetuskan oleh Dr. Aloysius Lilius dengan persetujuan pemimpin tertinggi umat Katolik di Vatikan, Paus Gregory XIII pada tahun 1528. Sistem inilah yang kemudian digunakan di negara-negara seluruh dunia.
Sejak saat itu, setiap tanggal 31 Desember dilakukan perayaan malam pergantian tahun atau malam tahun baru. Perlu diingat yah, jadi tahun Masehi itu dihitung sejak kelahiran Isa Al-Masih. Tapi penanggalan kalendernya tetap menggunakan Kalender Julian yang dimodifikasi menjadi Kalender Gregorian seperti yang kita kenal sekarang ini.
Karena dirayakan oleh seluruh dunia, beragam tradisi dan pemujaan dalam perayaan tahun baru terus mengalami pergeseran makna. Banyak orang mulai membuat resolusi untuk mengubah kebiasaan buruk dan memulai kebiasaan baik. Namun terburuknya, malam perayaan pergantian tahun ini diisi dengan berbagai kemaksiatan dengan mabuk-mabukan, pesta pesta campur aduk pria dan wanita, serta lainnya.
Bagaimana Sikap Kita Sebagai Muslim ?
Di Laman Muslim.or.id Terdapat tulisan tentang hadits mengenai larangan merayakan hari raya non-muslim yaitu Nairuz dan Mihrajan yang merupakan hari raya orang kafir saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang di Madinah. Saat itu mereka mempunyai kebiasaan merayakan hari Nairuz dan mihrajan. Nairuz adalah hari di awal tahun baru masehi (syamsiyyah) versi Majusi, sedangkan Mihrajan hari raya 6 bulan setelahnya. Mendapati fenomena ini saat di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan bahwa umat Islam sudah mempunyai dua hari raya yaitu ‘iedul Fithri dan ‘Iedul Adha, tidak perlu ikut-ikutan merayakan hari raya tersebut.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata,
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Dahulu orang-orang Jahiliyyah memiliki dua hari di setiap tahun yang malan mereka biasa bersenang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, beliau bersabda,
“Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.”
Sahabat ‘Abdullaah bin ‘Amr radhiallaahu ‘anhuma berkata,
ﻣَﻦْ ﺑَﻨَﻰ ﻓِﻲ ﺑِﻼﺩِ ﺍﻷَﻋَﺎﺟِﻢِ، ﻭَﺻَﻨَﻊَ ﻧَﻴْﺮُﻭﺯَﻫُﻢْ ﻭَﻣِﻬْﺮَﺟَﺎﻧَﻬُﻢْ ﻭَﺗَﺸَﺒَّﻪَ ﺑِﻬِﻢْ، ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻤُﻮﺕَ، ﻭَﻫُﻮَ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺣُﺸِﺮَ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
“Barangsiapa yang membangun negeri-negeri kaum ‘ajam (negeri kafir), meramaikan hari raya Nairuz dan Mihrajan (perayaan tahun baru mereka), serta meniru-niru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.”
Hari Nairuz adalah hari raya tahun baru orang Majusi menurut perhitungan kalender masehi (pergiliran matahari). Masyarakat kota madinah saat itu ikut-ikutan merayakan hari raya Majusi tersebut. Beberapa kamus Arab menjelaskan demikian definisi Nairuz, semisal kamus AL-Lughah Al-Arabiyyah AL-Mu’aashir dijelaskan,
ﺃﻭّﻝ ﻳﻮﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺴَّﻨﺔ ﺍﻟﺸَّﻤﺴﻴَّﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻔُﺮﺱ
“Nairuz adalah hari pertama pada tahun syamsiyyah versi Persia (bangsa Majusi saat itu).”
Adz-Dzahabi juga menjelaskan bahwa Nairuz ini juga ikut-ikutan dilakukan oleh penduduk Mesir saat itu, beliau berkata,
ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﻨﻴﺮﻭﺯ، ﻓﺈﻥ ﺃﻫﻞ ﻣﺼﺮ ﻳﺒﺎﻟﻐﻮﻥ ﻓﻲ ﻋﻤﻠﻪ ، ﻭ ﻳﺤﺘﻔﻠﻮﻥ ﺑﻪ ، ﻭﻫﻮ ﺃﻭﻝ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺳﻨﺔ ﺍﻟﻘﺒﻂ ، ﻭﻳﺘﺨﺬﻭﻥ ﺫﻟﻚ ﻋﻴﺪﺍً، ﻳﺘﺸﺒﻪ ﺑﻬﻢ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ
“Adapun hari Nairuz, penduduk Mesir berlebih-lebihan melakukan dan merayakannya. Nairuz adalah hari pertama pada tahun Qibhti yang mereka menjadikannya sebagai hari raya (diperingati setiap tahun), kemudian kaum muslimin mengikuti mereka (tasyabbuh).”
Demikian juga dengan tahun baru masehi saat ini, bukan perayaan kaum Muslimin dan jelas itu adalah perayaan non-muslim serta memiliki sejarah yang terkait dengan agama kuno Romawi.
Kita sebagai kaum muslimin tentu dilarang untuk ikut-ikutan merayakan hari raya mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka”
Kita juga diperintahkan agar tidak tasyabbuh dengan orang Romawi dan Persia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“
Nah, sedikit sumber ini dirasa sudah cukup untuk menguatkan pijakan dimana seharusnya kita berada. Akan lebih baik kita perkuat Jti Diri kita sebagai seorang Muslim dengan menampilkan aksesoris, perayaan dan simbol-simbol kemusliman kita dari pada tertarik ikut kepada yang lainnya.
Semoga Alloh SWT selalu membersamai kita dalam hidayahNya. Aaamiiin ...
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya