Deretan awan yang tadi terlihat berkerumun mulai berbaris rapi dan rapat. Terlihat seperti barisan ombak berwarna abu-abu gelap yang berlapis-lapis memanjang. Angin mulai ikut sibuk menerobos celah-celah pepohonan dan gedung-gedung dengan kecepatan semakin meningkat. Dedaunan dan beberapa helai pelastik yang tadinya tergeletak diam mulai tinggal landas mengikuti pergerakan angin yang entah kemana tujuannya.
Aku masih duduk di bangku depan rumah dengan mata melekat erat ke layar smartphone di tangan kanan. Sambil terkadang jari Jempol sibuk menggeser-geser layar ke atas dan ke bawah, melihat-lihat kalau saja ada informasi menarik yang lewat di beranda salah satu situs media sosial. Tema yang sedari pagi ramai mewarnai atmosfer informasi adalah tentang persiapan untuk menikmati malam pergantian tahun masehi.
"Nanti malam mau kemana?".
"Ngadain acara apa?".
"Makan-makan apa?"
"Apa yang enak dibakar-bakar ya?"
"Boleh kumpul atau tidak di saat seperti ini?"
"Kalau mau jalan sama siapa?"
"Dimana beli jagung segar atau ayam segar atau ikan segar?"
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan seliweran di beranda dengan berbagai jenis bahasa, namun tetap dengan tema yang sama. Di hati jadi muncul pertanyaan, apa hari ini bisa dinobatkan sebagai hari pemersatu tema ya?, hehe.
"Abii ..., Aku boleh main hujan ya?" tiba-tiba salah satu putri kecilku membangunkan kesadaranku.
"Sudah datang ya hujannya?, sepertinya belum datang hujannya, baru angin saja yang kencang, adek tidak takut sama angin kencangnya?" jawabku panjang lebar, semoga dia paham dengan celoteh panjangku.
"Adek tidak takut Abii ..., Adekkan berani" Jawabnya sambil menggoyang-goyangkan lututku dengan wajah memelas.
"Tidak usah ya ... itu ada petirnya juga" Tambahku meyakinkan supaya dia membatalkan permintaannya untuk main hujan.
Tanpa menjawab, dia pergi berlalu entah kemana. Bersamaan dengan itu, titik-titik hujan mulai terdengan di atas atap rumah. Semakin lama semakin ramai suaranya. Tiba-tiba dari arah belakang, gadis kecilku tadi muncul dan melajutkan proposalnya.
"Abii .... hujannya sudah datang, aku main hujan ya", sambil berlalu tanpa menunggu jawabanku. Benar saja, entah dari samping sebelah mana dia muncul dengan payung besarnya berlarian mengitari halaman sambil melompati tiap genangan yang sudah mulai terisi air, keadaan semakin riuh ketika para kakaknya mengikuti gerakannya dari arah belakang.
Dalam hati terbisikkan doa, "Ya Tuhanku, perpanjanglah hujan ini semalam suntuk!, supaya indahnya suara hujan dapat mengimbangi atau bahkan melenyapkan suara letupan-letupan petasan yang selalu mengacaukan indahnya mimpi di malam tiga puluh satu Desember", tapi diriku sadar, itu hak Sang Pencipta untuk mengatur hujannya, ngapain reques segala, hehe.
Terkadang diri ini juga merenung sendiri, mengapa kita yang tidak ikut merayakan ini terpaksa harus ikut juga menikmati letupan-letupan yang menyentak pendengaran dan membuyarkan rasa kantuk. Kadang kasihan juga ngeliat para bayiku beberapa kali terkejut dan menangis ketika suara letupan itu begitu dekat di telinga.
Suara rintik hujan semakin nyaring terdengar di atap rumah. Tiba-tiba mataku tertuju pada beberapa tembok mungil yang baru saja kubuat sebelum hujan tadi menggunakan campuran semen dan pasir. Semen-semen muda itu pasti belum kuat menerima curahan rizki yang jatuh dari langit. Segera kuambil beberapa benda di sekitar yang dapat digunakan untuk melindungi mereka dari curahan hujan, sambil tetap berharap doaku tadi sampai ke langit. Karena sayup-sayup sudah mulai terdengar letupan-letupan di beberapa sudut kampung.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya