Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Friday, December 25, 2020

Bukan Hanya Sekedar Ucapan

Setiap penghujung tahun, fenomena ini selalu menjadi perdebatan, bukan perdebatan antara Islam dan Non-Islam, justru terjadi antara ummat Islam sendiri prihal boleh dan tidaknya kita memberikan ucapan Selamat Natal kepada yang melaksakannya ummat yang melaksanakan hari raya tersebut.Beberapa kelompok pendapat yang kemudian muncul ;

1. Mengucapkan selamat Natal haram dan dilarang dalam Islam, karena akan merusak aqidah seorang Muslim

2. Mengucapkan saja tanpa mengikuti ibadahnya boleh saja, karena tidak membuat kita masuk agama mereka. Dan ini merupakan bagian dari penerapan hidup bermuamalah sesama manusia.

3. Mengucapkan saja tanpa meyakini atau tanpa mengikuti ibadahnya merupakan aplikasi dalam meghormati sesama pemeluk agama dan termasuk dalam pengamalan toleransi beragama.

4. Mengucapkan dan bahkan ikut aktif membantu mensukseskan dan bahkan ikut dalam prosesi peribadatan tidak apa-apa, karena keimanan hanya Tuhan yang menilai.

5. Dan sebagainya

Kalau kita simak beberapa referensi berikut :

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ

Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)


Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama... Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut, orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan ‘selamat’ pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441).

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka, karena saat itu sedang turun murka Allah”.

Sebenarnya, kalau kita tinjau dari pemahaman Aqidah yang tidak terlalu mendalam, kita sudah bisa mendapatkan kesimpulan yang mudah difahami.

Pokok pembahasan Aqidah Islam adalah “Dua Kalimat Syahadat”

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah".

Coba kita simak kalimat pertama ; 

Laa … Ilaaha … Illalloh …

Laa : Tidak ada

Ilaah : Sembahan

Illalloh : Kecuali Alloh

Sebuah Ikrar yang diucapkan sebagai registrasi seorang hamba kepada Alloh SWT yang menyatakan bahwa “Tidak ada Sesembahan (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Alloh”. Pernyataan ini mengandung pernyataan bahwa kita meniadaakan semua sembaha-sembahan atau yang serupa dengan itu dan hanya memusatkan satu sembahan hanya kepada Alloh SWT saja.

Terus apa hubungannya dengan Ucapan Selamat Natal ?

Perayaan Natal merupakan perayaan atas kelahiran Yesus Kristus sebagai anak Tuhan. Cukup sampai disini dulu batasan telaah kita. Yaitu tentang “Lahirnya Anak Tuhan”. Dalam Ikrar Syahadat pertama, kita sudah menyatakan “Tidak ada sesembahan (Tuhan) lain”, lantas bagaimana mungkin sikap tidak mengakui adanya Tuhan lain dalam diri kita dipadukan dengan mengucapkan selamat atas “Telah lahirnya anak sesembahan?”. Bukankah ini sebuah sikap yang bertolak belakang dari sebuah sikap yang sangat penting dari seorang yang beriman kepada Alloh SWT. Satu sisi dia mengimani hanya Alloh SWT yang berhak disembah dengan meniadakan sembahan-sembahan lain, namun di sisi lain kita megakui dengan memberikan selamat atas lahirnya anak dari sembahan. Coba direnungkan lagi, antara meniadakan sesembahan dengan mengakui lahirnya anak sesembahan yang pasti aan menjadi sesembahan baru. Secara logika sesederhana tanpa harus ngaji Aqidah secara dalam tentunya ini akan sangat bertentangan.

Lalu ada yang menyangkut-pautkan dengan kehidupan bermuamalah dan sebagainya.

Dalam hal ini akan ada beda ranahnya. Dalam kehidupan bermasyarakat kita dituntut harus berbuat baik kepada siapa saja yang tidak dzolim kepada kita, termasuk yang beda keimanan. Namun, baik dalam kehidupan bersosial bukan berarti kita campur-adukkan dalam keimanan dan peribadahan. Iman dan Ibadah punya batasan yang jelas seperti yang dijelaskan dalam Al – Qur’an Surah Al – Kafirun. Mereka pun akan sangat tegas mengakui batasan ini, mereka pun tidak mau beribadah bersama kita, lantas mengapa kita ingin ikut ibadah mereka, ini akan sangat lucu tentunya.

Nah, ayo kita ngaji lagi, terutama tenang Aqidah dan Keimanan, karena ini adalah pondasi utama sebelum kita memahami bidang lainnya dalam ajaran Agama kita.

Salam Tholabul Ilmi

No comments:

Post a Comment

Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya