Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Sunday, December 27, 2020

Tersesat Lima Meter


Salah satu jenis kerja bakti rutin hari Ahad yang paling ditunggu-tunggu para santri adalah mencari kayu bakar ke hutan. Kegiatan ini seperti pergi tamasya ke alam liar. Pelaksanaannya hanya sekali dalam sebulan, atau lebih bila mendekati bulan suci Ramadhan. 

Selalu banyak cerita yang sampai di asrama dari tim yang diutus kepada adik-adik yang tinggal di kampus. Mulai dari bertemu berbagai hewan alam, beraneka ragam pohon yang belum pernah dilihat, sampai menemukan buah-buahan yang bisa dikonsumsi. Namun sayangnya, hanya kelas empat SD ke atas saja yang boleh bergabung dengan tim petualang ini. Kebetulan diriku saat itu kelas lima SD. Terhitung sudah tahun kedua ikut dalam tim yang satu ini.

Seperti biasa, hari itu pagi-pagi sekali kita sudah berangkat. Biasanya para Ustadz dan santri besar berangkat lebih awal. Mereka akan survey terlebih dahulu dimana tempat yang akan dijadikan titik kegiatan. Hutan yang dituju cukup jauh, lima sampai tujuh kilo meter ke pinggir kampung. Bila tim survey sudah menemukan tempat yang tepat, baru kami akan menyusul. Tim survey akan langsung memotong-motong kayu kering yang ditemukan sampai seukuran bisa dipikul oleh tim pengangkat. Karena kadang, kayu yang ditemukan bisa seukuran drum minyak. Tempatnya pun kadang terpisah-pisah, tergantung berapa titik kayu yang ditemukan.

Kami mulai memikul satu demi satu kayu yang sudah dipotong dan dibelah kecil-kecil. Kadang kayu harus dipikul lima puluh sampai seratus meter jauhnya, dari titik pemotongan sampai tepi jalan yang bisa dijangkau mobil pengangkut. Bila satu titik habis, dilanjutkan ke titik lainnya sampai semua terangkat dan dirasa cukup untuk dibawa pulang.

Setelah istirahat rame-rame, kami lanjutkan lagi sesi pengangkatan. Aku dan kedua temanku yang agak besar agak terakhir bangkit dari tempat istirahat. Kemudian kami bertiga menuju titik pertama, katanya disuruh menghabiskan sisa kayu yang tertinggal di titik pertama. Sesampai di sana, ternyata hanya ada tiga potong kayu saja, ukurannya juga cukup besar, artinya hanya dua teman yang lebih besar saja yang sanggup mengangkat. Kami pun duduk-duduk sebentar sebelum lanjut, sambil sesekali keliling ke berbagai arah untuk sekedar melihat-lihat kalau ada buah hutan yang bisa dijadikan camilan. Aku menerobos sebuah semak yang ternyata tembus ke bawah pepohonan rindang, sangat sejuk terasa, beberapa pohon timbuh dalam jarak yang berdekatan, sehingga cahaya mentari tak sampai menembus tanah di bawah pepohonan. 

Entah karena terlalu asyik memandang kesana-kemari mencari hal-hal menarik, aku jadi lupa dari mana arahku masuk pertama. Toleh kanan toleh kiri tetap tidak bisa mengingat, bahkan sampai berputar-putar mengawasi kondisi sekeliling tetap tidak ketemu. Mendadak dada berdebar-debar, kepala pening, detak jantung semakin cepat dan rasa takut menjalar bagai belaian dedauanan yang merambat dari ujung kaki hingga ujung rambut. Aku coba untuk duduk menenangkan diri, mencoba menangkap suara riuh teman-teman yang masih terdengar, namun anehnya suara itu menggema ke seluruh arah. Aku semakin kalut dan hanya terus duduk mempertajam indera dan ingatan.

Dari arah belakang tiba-tiba ada langkah kaki orang yang sedang berjalan, langkah demi langkahnya terdengar jelas meninjak dedaunan yang berserakan di tanah. Spontan langsung kualihkan pandanganku ke arah datangnya suara, terlihat seorang Mace (Ibu-ibu dalam bahasa Papua) sedang berlalu bersama Anjing yang setia mengikuti di belakangnya. Dia menoleh ke arahku tanpa ada kesan, dan berlalu begitu saja, menghilang di balik pepohonan lebat di arah kanan tempat dudukku. Tidak mungkin juga mau kukejar pikirku. Entah mengapa tiba-tiba ada rasa ingin menangis, tapi aku malu sama burung Nuri dan Kakatua yang sedang bernyanyi riang di atas pohon. Dan tidak terbayang juga malunya bila nanti bertemu teman-teman.

Aku masih terus memusatkan semua inderaku untuk mencari solusi. Serta-merta di kejauhan, aku melihat bayangan dua temanku tadi sedang memikul potongan kayu menjauh, muncul hilang di antara batang-batang pohon sebesar pelukan orang dewasa. Tidak menunda kesempatan, aku langsung melompat-lompat mengejar kedua temanku tadi. Begitu melompati sebatang kayu yang melintang di bawah semak-semak tipis, aku mendadak berhenti. Kakiku tepat mendarat di jalan setapak yang baru dibuat, tidak jauh ke sebalah kiri atau ke arah berlawanan perginya kedua tamanku tadi, terlihat ada tumpukan serbuk kayu yang cukup banyak, seperti bekas tempat pemotongan kayu. Tiba-tiba semua ingatanku kembali, itukan titik pemotongan kayu pertama, dan aku sedang berada di jalan setapak yang baru kami lewati beberapa menit yang lalu. Dari arah tempat dudukku tadi sekitar lima meter. Segera kususul kedua temanku, mereka pun menoleh sambil mengatakan kalau mereka mengira aku sudah duluan. Akhirnya kami lanjut bergabung ke titik pemotongan kedua untuk berkumpul dengan yang lain dan melanjutkan pengangkatan ke luar hutan.

Sambil memikul kayu keluar, pikiranku masih terus membayangkan kejadian yang barusan kualami. Mau kuceritakan kepada temanku, tapi kutahan saja dalam hati. Akhirnya kusimpan saja sambil tertawa geli dalam hati, masa tersesat lima meter. Ah, sungguh memalukan.

#seripetualanganmasakecil
#masakecilternyatabahagia
-----------------------------------------------------------'
Disponsori oleh :
Fahmayaza Honey
"Madu Hutan Murni dari Hutan Kalimantan"

No comments:

Post a Comment

Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya