Salah satu pendekatan kontingensi utama pada kepemimpinan adalah Model Kepemimpinan Situasional yang dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, dalam Stonner (1996:171) mengatakan bahwa “Gaya kepemimpinan yang paling efektif bervariasi dengan kesiapan karyawan."
Hersey dan Blanchard mendifenisikan kesiapan sebagai keinginan untuk berpretasi, kemauan untukmenerima tanggung jawab, dan kemampuan yang berhubungan dengan tugas,keterampilan dan pengalaman. Sasaran dan pengetahuan dari pengikut merupakan variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang efektif.
Menurut Hersey dan Blanchard dikutip oleh Rivai (2014:16) menyatakan bahwa hubungan antara pimpinan dan anggotanya mempunyai empat tahap/fase yang diperlukan bagi pimpinan untuk mengubah gaya kepemimpinan-nya yaitu:
Tahap pertama, pada kesiapan awal perhatian pimpinan pada tugas sangat tinggi, anggota diberi instruksi yang jelas dan dibiasakan dengan peraturan, struktur dan prosedur kerja.
Tahap kedua adalah di mana anggota sudah mampu menangani tugasnya, perhatian pada tugasnya sangat penting karena bawahan belum dapat bekerja tanpa struktur. Kepercayaan pimpinan pada bawahan semakin meningkat.
Tahap ketiga di mana anggota mempunyai kemampuan lebih besar dan motivasi berprestasi mulai tampak dan mereka secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar, pemimpin masih harus mendukung dan memberikan perhatian, tetapi tidak perlu lagi memberikan pengarahan. Tahap keempat adalah tahap di mana anggota mulai percaya diri, dapat mengarahkan diri dan pengalaman, pemimpin dapat mengurangi jumlah perhatian dan pengarahan.
Model situasional ini menarik perhatian karena merekomendasikan tipe kepemimpinan dinamis dan fleksibel, bukan statis. Motivasi, kemampuan, dan pengalaman para karyawan harus terus menerus dinilai untuk menentukan kombinasi gaya mana yang paling memadai dengan kondisi yang fleksibel dan berubah-ubah.
Jadi pemimpin yang ingin mengembangkan bawahannya, menaikkan rasa percaya diri mereka, dan membantu mereka belajar mengenai pekerjaannya harus mengubah gaya kepemimpinan terus menerus. Dalam teori ini masih mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya bila manajer fleksibel dalam gaya kepemimpinannya, atau bila mereka dapat dilatih untuk mengubah gaya mereka, dapat dianggap mereka akan efektif dalam berbagai situasi kepemimpinan. Bila sebaliknya manajer relatif kaku dalam gaya kepemimpinan, mereka akan bekerja dengan efektif hanya dalam situasi yang paling cocok yang gaya mereka atau yang dapat disesuaikan agar cocok dengan gaya mereka. Kekakuan seperti itu akan menghambat karier pribadi manajer yang menyebabkan tugas organisasi dalam mengisi posisi manajemen tidak efektif.
Kemudian muncullah teori kepemimpinan menurut Fiedler dalam Stonner (1996:173) bahwa mengukur gaya kepemimpinan pada skala yang menunjukkan20 tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (LPC, Least Preferred Co-worker).
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya