Di pagi yang sangat cerah, terik cahaya mentari mulai terasa di kulit, tanganku masih asik menari kesana kemari memainkan kuas cat di permukaan dinding. Sambil tetap konsentrasi penuh mengukur pergerakan kuas mili demi mili, supaya tercipta hasil polesan cat yang rapi dan rata, tiba-tiba putri keduaku muncul dengan raut wajah tegang.
"Abi ... Abi ... tolong itu ulatnya kasihan" ujarnya dengan nada sedikit memaksa.
"Kenapa ulatnya?" Tanyaku datar sambil terus mengayunkan kuas cat.
"Lihat dulu nah Abi ... " ajaknya sambil berlalu pergi.
Perlahan kurapikan kuas dan wadah cat ke tempat yang aman, dan beranjak ke tempat putri-putriku bermain. Karena mungkin pergerakanku dianggap lambat, putriku muncul lagi dengan wajah tegangnya.
"Abi nih gak dengarkah, cepat nah" tegurnya sambil kembali berlari.
Aku pun beranjak menuju tempat yang dimaksud. Di sana sudah menunggu beberapa gadis kecil yang sedang mengerumuni sesuatu di bawah sebuah pohon. Setelah dekat, kuperhatikan ada seekor larva serangga yang biasa hidup di dalam tanah sedang menggeliat kesana kemari dikerumuni semut merah.
Setelah kubersihkan si larva dari semut merah dan diposisikan agak jauh, aku pun kembali pada aktivitasku semula. Kembali diriku asik mengikuti alur demi alur usapan kuas di dinding, tak boleh tertinggal satu mili pun dari goresan seni yang entah apa alirannya.
Tiba-tiba giliran putri sulungku yang muncul dengan berderai air mata.
"Abii, kenapa Abi tidak tolong ulatnya, Tolonglah ulatnya Abii, Ulat juga ciptaan Alloh" ungkapnya sambil mengusap aliran air terjun yang jatuh dari mata mungilnya.
"Lho tadi sudah Abi tolongin kok ulatnya, mba' coba lihat ke sana" jawabku ringan.
"Ah belum, cepat nah Bii ... tolongin ulatnya" sambungnya lagi.
Aku pun kembali menyimpuni peralatanku dan beranjak kembali menuju tempat si larva tadi. Lalu kupanggil semua gadis-gadis kecil di situ untuk menyaksikan apa yang akan kulakukan. Segera kuambil larva tadi dan kupindahkan jauh-jauh, sambil kutitip pesan ke mereka
"Nah, jaga ulatnya, buatkan rumahnya di lubang tanah, kalau dia menggali lubang biarkan saja dia pulang ke ibunya" Mereka pun mengangguk puas dan mulai sibuk memberikan pelayanan buat si larva.
Setelah situasi kuanggap kondusif, kulanjutkan lagi ayunan kuasku ke dinding, mengukir polesan-polesan seni yang entah apa jadinya.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya