Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Thursday, August 19, 2010

Apakah Anda Istri Sukses ?


Oleh Saikh Hafidzh Ali Syuaisyi’ dalam bukunya “Kado Pernikahan”
Apakah Anda Istri Sukses ?, pertanyaan ini memiliki jawaban yang relatif dan sangat beragam dengan berbagai timbangan dan standarisasi masing-masing. Karena untuk menilainya tidak cukup hanya diri pribadi yang melakukannya, akan tetapi perlu cermin dari luar pribadi , masing-masing. Namun ada beberapa indiakator (tanda acuan) yang bisa dijadikan penilaian umum terhadapa kualitas itu. Coba kita simak beberapa pertanyaan idikator dibawah ini, lalu pilih jawaban yang antara lain; a) Selalu, b) Kadang-kadang, c) Jarang, d) Tidak terjadi. Adapun pertanyaannya sebagai berikut:

1. Apakah kamu memperhatikan permintaan-permintaan yag diinginkan oleh suamimu?
2. Apakan kamu tersenyum di depan suamimu ketika ia pulang kerumah?
3. Apakah kamu mengeluh kepada suamimu atas ulah anak-anakmu?
4. Apakah kamu memotong pembicaraan suamimu saat sedang makan lalu kamu bercerita kepadanya apa yang sedang terjadi saat ia sedang tidak berada di rumah?
5. Apakah kamu ikut campur, hubungan suamimu dengan teman-temannya? Dan apakah itu terjadi karena alas an-alasan subjektif?
6. Apakah kamu membatu pekerjaan suamimu?
7. Apakah kamu ikut campur pekerjaan suamimu tanpa seizinnya?
8. Apakah kamumembersihkan dan merawat rumah ketika suamimu sedang adadirumah?
9. Apakah kamu menghargai waktu istirahat suamimu?
10. Apakah kamu mengeluh bosan dan jenuh?
11. Apakah kamu ikut enemani suamimu dalam hobi-hobinya?
12. Apakah kamu mengeluh keadaan yang sempit?
13. Apakah kamu meminta suamimu mengubah kebiasaan?
14. Apakah kamu merasa bangga menjadi istri suamimu?
15. Apakah kamu menceritakan kebanggaan itu kepada suamimu?
16. Apakah kamu menganjurkan suamimu melakukan kebajikan?
17. Apakah kamu merasa bahagia saat suamimu sedang berada di rumah?
18. Apakah kamu merasa suamimu berubah menjadi baik?
19. Apakah kamu merasakan perasaan yang sama pada dirimu?
20. Apakah suamimu takut memikul tanggung jawab?
21. Apakah kamu membantunya mengatasi perasaan tersebut?
22. Apakah kamu mau menerima kritik dari suamimu?
23. Apakah suamimumau menerima kritik dari orang lain dan dari dirimu?
24. Apakah kamu mendampingi suamimu dan menyuruhnya tabah saat sedang mengalami musibah?
25. Apakah kamu merasa bahwa salah satu tujuan yang diusahakan oleh suamimu dan yang kamu harapkan terwujud?
26. Apakah kamu seiya dengan suamimu dalam pikiran-pikiran dan prinsip-prinsipnya?
27. Apakah kamu mengunjungi keluarga dan teman dekatmu secara rutin?
28. Apakah halite mempengaruhi pekerjaan suamimu?
29. Apakah kamu meminta suamimu mengkritisi prilaku-prilaku yang tidak ia sukai?
30. Apakah kamu melakukan hal-hal yang mengejutkan suamimu?
31. Apakah suamimu melakukan hal yang sama?
32. Apakah kamu segera mencerca jika ia melakukan hal-hal yang berakibat tidak baik?
33. Apakah kamu mengorbankan pekerjaanmu demi menyenangkan suamimu dan keberhasilan karirnya?
34. Apakah kamu menganggap keberhasilan suamimu juga keberhasilanmu?

Oke, selamat mencoba ! yang jujur ya !

Tuesday, August 17, 2010

Qiyam Ramadhan


Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)

Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda : "Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash nash lain yang memperkuatnya.


Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan),dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in.
Karena itu, seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar

Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.

Firman Allah Ta'ala :

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) , sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami beikan kepada mereka. "(AsSajdah: 16).

Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi orang-orang yang mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah kepada kaum lainnya dengan firman-Nya :

"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).

"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan hadist ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "sekalian manusia, sebarkan salam, berilaorang miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya kalian mau ke Surga dengan selamat. "

Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),

Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab
Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42, 43.

Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam : "Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR. Muslim).


Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan paling banyak 11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah. " HR. Abu
Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)•

Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat dua raka'at dan salam kemudian shalat raka'at ketiga. Atau witir dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan tidak salam kecuali pada akhir raka'at. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).

Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha : "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).

Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu raka'at. Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam lainnya.



Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir malam.



Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan.

Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab
Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.

Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama. Demikian yang masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada panjang atau pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)


Monday, August 16, 2010

Super Dermawan di Bulan Ramadhan


Dari Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata : "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus".{Bukhari dan Muslim}

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "

Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "

Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah pun bersifat Maha
Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada waktu-
waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, juga
paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.

Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :

Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.

Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali orang
yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa yang
menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh pula seperti
pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:

"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).

Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan rahmat,
ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar Allah Ta 'ala
melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka barangsiapa
berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah kepadanya dengan
anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal perbuatan.

Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga.
Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau:"Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini gharib)

Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam
bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala.

Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan dosa-dosa
dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi shalat malam.
Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al- Baihaqi.

Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"

Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "

Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.

Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan.

Sunday, August 15, 2010

Ikhtiar dan Tawakkal


Di dalam kehidupan ini, ada empat kemungkinan yang dapat kita jumpai di dalam urusan berikhtiar, apapun bentuk ikhtiar yang kita dilakukan. Kemungkinan pertama, seringkali kita temui orang yang berusaha dan berhasil. Kemungkinan kedua, ada juga orang yang walaupun telah berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi kemudian tujuannya tidak tercapai. Yang ketiga, walau pun agak jarang tetapi ada juga orang yang sebenarnya tidak berusaha, atau usaha yang dilakukannya itu minimal, tetapi juga berhasil. Yang terakhir, lebih sering kita jumpai orang yang tidak berusaha, dan tidak berhasil. Jadi, ada orang yang berusaha, berhasil; ada yang berusaha tetapi tidak berhasil; tidak berusaha, berhasil dan terakhir, tidak berusaha, tidak berhasil.

Keempat fakta ini menunjukkan kepada kita, bahwa kita tidak bisa dengan pasti mengetok palu, memastikan bahwa keberhasilan yang kita akan peroleh berbanding sejajar dengan usaha yang kita lakukan. Kalau hal ini kita yakini, maka kita cenderung tidak akan mau menerima kegagalan yang kita terima. Yang harus kita yakini adalah kita hanya berkewajiban berusaha, berusaha dengan segenap kemampuan kita untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian setelah kita berusaha dengan maksimal, hasilnya kita serahkan kepada kehendak Ilahi.

Konsep yang harus kita tanamkan di dalam berusaha adalah la haula wa la quwwata illa billah, tiada daya dan kekuatan selain daya dan kekuatan milik Allah. Setelah berikhtiar, kita serahkan kepada Allah, bukan menyombongkan jerih-payah, upaya yang telah kita lakukan. Maka kalau konsep ini sudah tertanam di dalam jiwa kita, ketika berhasil kita tidak lantas bersorak, mengepalkan tinju tinggi-tinggi sambil berteriak, yes! Tidak lupa diri, tetapi justru segera mengingat Allah mengucap syukur memuji karunia-Nya. Sebaliknya, ketika gagal kita tidak lantas menekuk muka, putus asa menganggap kegagalan sebagai akhir segalanya. Tetapi kita lantas segera muhasabah, introspeksi diri mencari penyebab kegagalan untuk perbaikan di masa datang, sambil mengingat bahwa semua cobaan datang dari Allah, dan di balik kesulitan terdapat hikmah, kebaikan.

Yakinlah, bahwa walau pun gagal, usaha yang telah kita lakukan akan dinilai sebagai suatu kebaikan di sisi Allah. Sebuah hadis menjelaskan kepada kita, dengan makna bahwa seandainya kita mempunyai pengetahuan yang sangat jelas bahwa esok akan datang hari kiamat, sedangkan di tangan kita terdapat sebutir biji kacang, kita dilarang untuk membuangnya. Tetapi kita disuruh untuk menanamnya walau pun kita tahu betul bahwa esok akan kiamat. Bukan hasil yang dilihat oleh Allah SWT, akan tetapi jerih payah kita menanam biji kacang itulah yang akan dicatat sebagai suatu kebaikan.

Sekali lagi, mari kita tanamkan konsep la haula wa la quwwata illa billah di dalam setiap bentuk usaha kita agar ketika berhasil kita tidak lantas sombong, lupa daratan, dan tidak terpuruk ketika gagal.

Wallahu a’lam bishowab.

Friend Link

Bagi Teman-teman Yang pengen tukaran link, Silahkan Konfirmasi lewat komen atau yang lainnya, atau bisa juga berupa banner :



Silahkan copy-paste kode ini, lalu konfimasi ke saya
Oke ! Salam kenal semua ...


jurnal taqin >>>
Photobucket
ruang-ihsan >>>


Radio Mbs >>>
Photobucket



Saturday, August 7, 2010

Memperbarui Ikrar Syahadat


Syarat sah syahadat sebagai bukti keislaman kita ada tiga. Pertama adalah syahadat tersebut harus diucapkan dengan lisan. Walaupun ada orang misalnya dari pengikut agama lain sering mencoba melaksanakan ibadah-ibadah ritual kita, umpamanya ikut berpuasa di bulan Ramadhan, tetapi karena lisannya tidak pernah mengikrarkan persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka orang tersebut belum termasuk di antara golongan orang-orang Muslim. Jadi pernyataan dengan lisan merupakan gerbang menuju ke dalam golongan Islam.

Syarat yang kedua adalah apa yang telah diikrarkan dengan lisan tersebut harus dibenarkan dengan hati. Seberapa pun seringnya bibir menggumamkan syahadat, tetapi apabila hati menolak pernyataan tersebut, maka ikrar persaksian tersebut dianggap batal. Mungkin di tengah-tengah kita banyak kita jumpai orang yang sekedar mengucapkan syahadat untuk tujuan-tujuan tertentu, untuk dapat sekedar diakui sebagai bagian dari golongan Islam yang kemudian agar sah sebuah pernikahan misalnya, padahal hatinya menyimpan niat jahat menolak pernyataan tersebut. Inilah munafik. Antara ikrar lisan dengan pernyataan hati terputus, tidak sejalan dan bahkan di dalam hati menolak pernyataan lisannya sendiri. Allah SWT menjelaskan prilaku orang seperti ini sebagai orang-orang yang:

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami telah beriman". Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (QS. 2:14).

Syarat terakhir adalah peryataan lisan tersebut hari dibuktikan dengan perbuatan. Yang namanya saksi akan selalu dimintai bukti-bukti penguat atas persaksiannya. Apabila sebuah persaksian yang tanpa disertai bukti yang kuat, maka otomatis pembuktiannya menjadi lemah dan inilah yang disebut dengan mengaku-ngaku. Seseorang yang mengaku beriman kepada Allah tetapi tidak menjalankan perintah-perintah-Nya bahkan melanggar larangan-Nya jelas dapat dikatakan sebagai saksi yang memiliki bukti yang lemah, sehingga persaksiannya tertolak.

Pernyataan lailaha illallah Muhammada rrasulullah memang merupakan kunci untuk masuk ke dalam anugerah Allah yaitu surga. Akan tetapi perlu diingat, kunci itu juga memiliki gigi-gigi. Apalah artinya sebuah kunci bila tidak bergigi. Nah gigi dari kunci untuk dapat membuka pintu surga ini adalah ketaatan, ketaqwaan terhadap pelaksanaan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Sekarang kita tanya diri kita masing-masing, konsistenkah apa yang kita ucapkan dengan apa yang kita yakini kebenarannya? Apakah antara pernyataan lisan, pembenaran dengan hati itu sejalan dengan perbuatan-perbuatan kita? Apabila ternyata masih terputus, tidak bersesuaian antara ketiganya, maka marilah mulai hari ini kita tanamkan niat untuk melaksanakan anjuran Rasulullah untuk selalu memperbarui syahadat kita.

Ya Allah bimbinglah kami untuk selalu berjalan di atas jalan yang telah Engkau ridhoi. Amien.

Wallahua’lam Bishowab

Tuesday, August 3, 2010

Mendidik Diri Mengenal Allah


Yang pertama kali ditangani oleh Rasulullah SAW dalam membina kaum muslimin generasi awal adalah pengenalan terhadap Allah sebagai Tuhan yang patut disembah dan membebaskan mereka dari penyembahan kepada selain Allah. Rasulullah mengajarkan kepada mereka siapa Tuhan sesungguhnya. Inilah yang disebut dengan makrifatullah, mengenal Allah. Tuhan Allah rabbil ‘alamin diperkenalkan kepada mereka dengan segala kemahaan-Nya dan semua sifat-sifat-Nya.

Rasulullah SAW, atas perintah Allah SWT, mendidik para sahabat dengan pengetahuan ketauhidan, pengesaan terhadap Allah jauh sebelum beliau mendidik mereka tentang kewajiban-kewajiban ritual, seperti sholat, puasa dll. Hal ini merupakan landasan yang kuat dari segala ketaatan beragama, ketaatan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan dalam agama. Rasulullah mengetahui, apabila para sahabat sudah mengenal Allah, tidak menyembah kepada selain Dia dan memahami segala sifat-sifat Allah, maka segala ketaatan tersebut tidak akan membutuhkan pengawasan manusia karena memang pemahaman yang diajarkan oleh Rasulullah adalah Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Maka kita lihat hasil didikan Rasulullah adalah generasi yang benar-benar mengenal Allah. Di zaman Umar ra, seorang anak gembala, ya cuma anak gembala bukan anak sekolahan, bukan anak gedongan dirayu untuk menjual seekor kambing milik tuannya, yang pada waktu itu walaupun jumlah kambing yang digembalakannya beribu-ribu ekor, tetapi sewaktu dirayu untuk menjual satu ekor saja, anak gembala ini balik bertanya kepada Umar ra, kalau tuan saya tidak mengetahui, maka di mana Allah. Artinya si anak gembala ini ingin mengatakan kepada Umar bukankah Allah Tuhan sekalian alam ini sungguh Maha Mengetahui? Inilah salah satu bukti hasil didikan Rasulullah. Sebuah generasi yang walaupun ada kesempatan untuk berbuat maksiat, tetapi memiliki kepahaman yang mendalam bahwa Allah sungguh Maha Mengetahui.

Di saat sekarang pun seharusnya pemahaman seperti ini harus tetap menjadi sesuatu yang kita percayai. Konsep Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Melihat segala perbuatan kita akan cukup menjadikan kita orang yang istiqomah, tetap lurus dalam kebaikan. Sewaktu ada kesempatan untuk berbuat maksiat, terutama dalam keadaan sendiri, kita segera sadar, Allah selalu mengawasi kita. Kalau sudah begini yang ada dalam kesadaran kita, dalam keyakinan kita, penyakit-penyakit kronis dalam kemasyarakatan tentu tidak akan pernah timbul. Sewaktu baru dalam tataran niat saja kita akan bermaksiat kepada Allah, melanggar perintah-Nya kita segera memperingati diri bahwa Allah mengetahui bahkan niat yang baru terbersit di dalam hati.

Dua saja sifat Allah yang kita pahami yaitu Allah Maha Mengetahui dan Allah Maha Melihat akan cukup menjadi benteng bagi kita atas segala godaan untuk bermaksiat kepadaNya. Ketaatan terhadap perintah Allah akan didasari oleh keikhlasan dan bukan didasari oleh rasa sungkan terhadap atasan atau rekan sekerja atau siapa saja. Segala perintah agama kemudian, misalnya perintah sholat, puasa, zakat dll., tidak akan terlalaikan sebab ada keyakinan bahwa semua itu tercatat, diketahui oleh Allah SWT yang kemudian harus kita pertanggungjawabkan di hari kemudian.

Mari kita pahamkan diri bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat.

Wallahua’lam bishawab