Malam itu ...
Abah dan Ummi masih duduk di tengah para santrinya. Beberapa santri bergantian mengambil giliran ngajinya, beberapa lagi mengulang-ulang pelajaran di sudut-sudut ruangan secara mandiri. Ada pula yang berkerumun hanya sekedar ngobrol kesana-kemari tanpa tema yang jelas, namun tetap berada di dalam ruangan belajar.
Di tempat lain ...
Halaman yang remang-remang, bahkan terkesan gelap tidak menyurutkan beberapa santri untuk bermain di luar. Ada yang bermain kejar-kejaran, lompat tali, bahkan ada yang bermain petak umpet. Tidak peduli dengan mitos yang berkembang tentang petak umpet malam hari yang kadang bikin bergidik bulu kuduk orang dewasa kolot penggemar tahayul. Bagaimana tidak, menurut rumor dan kisah yang beredar, bila main petak umpet malam hari akan disembunyikan makhluk lain ke alam lain. Mereka tetap lanjut bermain, ada yang di balik tembok, di balik pohon, di celah-celah taman dan ada juga yang tidak sembunyi dengan alasan tidak sembunyi pun tidak kelihatan.
Di sisi lain ...
Si Taqin kecil justru asyik dengan dunianya sendiri. Dia sibuk memperhatikan jenis dan jumlah ulat kecil yang lewat. Bahkan sesekali ulat-ulat itu digiring ke satu tempat berkumpul. Entah apa yang ada dipikirannya, yang pasti dia khusu' dan hanyut di dunia itu. Sampai tidak disadari kalau kegiatan belajar sudah selesai, Abah dan Ummi pun sudah berdiri di belakangnya sambil memperhatikan apa yang dilakukannya.
"Ayo Pulang" Ajak Ummi seketika
Si Taqin kecil pun beranjak dari tematnya, sambil hendak memungut kumpulan ulat kaki seribu kecil yang berada di salah satu kumpulan. "Kasihan ulatnya Mii ... " katanya.
Ummi yang melihat hal itu mencoba melarang, sambil mencari kata-kata yang tepat "Biar saja ulatnya di situ, nanti kalai dibawa trus dicari ibunya gimana?" Kata ummi dengan nada sedukit agak memelas.
Si Taqin kecil terlihat diam sejenak sambil terlihat merenung memandangi sekumpulan ulat yang mulai buyar karena sudah lepas dari pengawasannya.
Dan akhirnya dia pun beranjak mengikuti dua orang tuanya sambil beberapa kali menengok ke belakang.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya