"Betapa banyak orang yang berpuasa tidak ada nilai baginya kecuali lapar dan dahaga. Dan betapa banyak orang bangun malam tidak ada nilai baginya selain terjaga (tidak tidur) dan kepayahan" {HR Nasa'i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim}
Demikian sabda Nabi saw dalam sebuah haditsnya yang menggambarkan beragam bentuk output Ramadhan, sekarang yang perlu kita muhasabah adalah diri kita, sukses atau gagalkah Ramadhan kita ?????
Apabila kita amati secara seksama menggunakan dalil aqliyah kita, maka ada bebrapa indikator yang bisa kita jadikan bahan untuk memuhasabah diri kita, apakah kita termasuk dalam kelompok orang-orang yang gagal Ramadhan atau tidak. Nah sekarang akan coba kita uraikan indikator-indikator tersebut :
1. Ibadah di luar Ramadhan tidak jauh beda pada saat Ramadhan
Apabila di luar Ramadhan amalan-amalan ibadah kita tidak jauh beda pada bulan Ramadhan, maka perlu diwaspadai, ada gelagat tidak baik dalam diri kita. Tidak jauh berbeda bukan berarti sama, akan tetapi mungkin mengalami kemajuan namun dengan persentase yang sangat kecil, misal di luar Ramadhan rajin sholat lima, di dalam Ramadhan juga rajin, cuma yang membedakan antara Ramadhan dan tidak hanya sholat tarawihnya saja, tidak ada keinginan untuk menambah amalan yang lainnya.
2. Amalan Ramadhan tidak memberi makna untuk diri
Bulan Ramahan merupakan bulan dengan beribu-ribu amalan dan berjuta-juta fadhilah, sudah barang tentu semua amalan itu bila dikerjakan dengan ikhlas dan antusias akan membekas pada pribadi-pribadi yang mengamalkannya, sebagai contoh dengan berpuasa akan mengasah kejujuran seseorang. Namun bila begitu banyaknya amalan yang dilaksanakan hanya serasa melakukan rutinitas tradisi tahunan, terasa biasa-biasa saja tanpa ada makna yang mewarnai kepribadian. maka gelagat ini pun perlu dicurigai.
3. Warna Ramadhan hilang di 10 hari terakhir
Sepuluh hari terakhir merupakan saat yang paling menentukan, dimana saat itu merupakan penetuan yang akan menetukan apakah orang tersebut sukses atau gagal Ramadhannya, fadhilah setiap amalpun melonjak levelnya, namun terkadang sebagian dari kita malah futur diakhir Ramadhan, bahkan ada yang sudah tidak merasakan lagi nuansa Ramadhan, aktivitas pindah ke pasar-pasar dan mall-mall dengan alasan untuk mempersiapkan hari lebaran. Sungguh aneh memang, Rasulullah dan para sahabatnya selalu bersedih di akhir Ramadhan karena takut ditinggal Ramadhan, sedangkan kita bersuka-cita. Apabila gelagat ini muncul pada diri kita, maka ini pun perlu dicurigai.
Itulah sedikit beberapa indikator diri-diri yang gagal Ramadhan yang bisa penulis angkat, bila ada yang ingin menambahi, silahkan dikomentari.
Yaa Alloh, lindungilah pribadi-pribadi kami dari kegagalan Ramadhan......
1. Ibadah di luar Ramadhan tidak jauh beda pada saat Ramadhan
Apabila di luar Ramadhan amalan-amalan ibadah kita tidak jauh beda pada bulan Ramadhan, maka perlu diwaspadai, ada gelagat tidak baik dalam diri kita. Tidak jauh berbeda bukan berarti sama, akan tetapi mungkin mengalami kemajuan namun dengan persentase yang sangat kecil, misal di luar Ramadhan rajin sholat lima, di dalam Ramadhan juga rajin, cuma yang membedakan antara Ramadhan dan tidak hanya sholat tarawihnya saja, tidak ada keinginan untuk menambah amalan yang lainnya.
2. Amalan Ramadhan tidak memberi makna untuk diri
Bulan Ramahan merupakan bulan dengan beribu-ribu amalan dan berjuta-juta fadhilah, sudah barang tentu semua amalan itu bila dikerjakan dengan ikhlas dan antusias akan membekas pada pribadi-pribadi yang mengamalkannya, sebagai contoh dengan berpuasa akan mengasah kejujuran seseorang. Namun bila begitu banyaknya amalan yang dilaksanakan hanya serasa melakukan rutinitas tradisi tahunan, terasa biasa-biasa saja tanpa ada makna yang mewarnai kepribadian. maka gelagat ini pun perlu dicurigai.
3. Warna Ramadhan hilang di 10 hari terakhir
Sepuluh hari terakhir merupakan saat yang paling menentukan, dimana saat itu merupakan penetuan yang akan menetukan apakah orang tersebut sukses atau gagal Ramadhannya, fadhilah setiap amalpun melonjak levelnya, namun terkadang sebagian dari kita malah futur diakhir Ramadhan, bahkan ada yang sudah tidak merasakan lagi nuansa Ramadhan, aktivitas pindah ke pasar-pasar dan mall-mall dengan alasan untuk mempersiapkan hari lebaran. Sungguh aneh memang, Rasulullah dan para sahabatnya selalu bersedih di akhir Ramadhan karena takut ditinggal Ramadhan, sedangkan kita bersuka-cita. Apabila gelagat ini muncul pada diri kita, maka ini pun perlu dicurigai.
Itulah sedikit beberapa indikator diri-diri yang gagal Ramadhan yang bisa penulis angkat, bila ada yang ingin menambahi, silahkan dikomentari.
Yaa Alloh, lindungilah pribadi-pribadi kami dari kegagalan Ramadhan......