Barang siapa yang akhir kalimatnya Lailaha illallah, maka ia akan masuk surga (Al Hadis).
Kalau setiap orang ditanya tentang keinginan masuk surga, sudah pasti tidak ada yang mengingkari. Setiap orang, terlepas dari bagaimana pun tingkat kepatuhannya terhadap perintah-perintah Ilahi, akan cenderung menginginkan surga baik untuk dirinya sendiri, keluarganya dan orang-orang yang dicintainya. Tentunya tidak terkecuali kita. Kita pun sangat menginginkan kehidupan surga dengan segala kenikmatan-kenikmatannya.
Akan tetapi tidak sedikit orang-orang yang menginginkan surga tersebut, atau bahkan mungkin kita sendiri, kurang tepat dalam menafsirkan hadis-hadis. Misalnya mereka sering merasa cukup dengan hadis yang kami kutip di atas sebagai landasan untuk dapat masuk surga. Dengan telah mengucap kalimat Lailaha illallah saja banyak orang beranggapan telah berhak atas jatah di surga. Mereka beralasan bahwa ada hadis yang mengatakan kalimat tauhid inilah kunci pembuka pintu-pintu surga. Dan memang benar ada hadis yang demikian. Ada hadis yang menegaskan bahwa kalimat Laillaha illallah ini merupakan kunci surga. Hanya kadang mereka lupa bahwa sebuah kunci pasti memiliki anak gigi. Kalimat Laillaha illallah tanpa diikuti bentuk ketaatan lain, seperti kewajiban rukun Islam atau ibadah lain akan laksana kunci tanpa gigi.
Itu contoh kecil. Contoh lain misalnya dalam mencari pahala dari tadarrus, membaca dan mengkaji Al Qur’an. Mereka merasa cukup dengan hadis yang maknanya menyatakan bahwa membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas sama dengan membaca seluruh Al Qur’an. Jadilah mereka penghapal dan pembaca setia tiga surat pendek ini. Ibadah sholat Jum’at secara fiqih, walau pun ada pertentangan, sudah memadai kalau dapat mengikuti sholatnya. Maka banyaklah orang yang ikut dalam kelompok, jamaah sholat Jum’at yang datang terakhir, yang hanya dapat sholatnya saja. Dan masih banyak contoh lain yang bermuara pada satu keyakinan, agama itu kan mudah, ambil saja yang gampang-gampang. Nah!
Adanya kelompok minimalis seperti ini sebenarnya cukup menyedihkan. Ada kecenderungan orang-orang seperti ini apabila berhadapan dengan prestasi keduniaan, merekalah yang paling melesat. Tetapi ketika berhadapan dengan perintah ibadah, mereka mengambil posisi sudah memadai ini. Mereka menekankan tentang profesionalisme kerja, tetapi sering lupa dengan profesionalisme ibadah. Padahal untuk urusan ibadah Allah juga menegaskan tentang perlunya berkompetisi.
Dan bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Seungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah [2]:148).
Ups, dari tadi saya memakai kata ganti mereka. Tidakkah saya termasuk dalam golongan minimalis ini? Ini yang mestinya kita tanyakan pada diri sendiri.
Ya Allah, berikan kami rahmat-Mu karena tanpa rahmat-Mu tiadalah kami dapat masuk ke surga-Mu. Dan jadikan kami agar dapat lepas dari golongan minimalis ini, golongan yang meminta jatah surga dengan mengandalkan ibadah yang sedikit. Amien.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya