Assalamu'alaikum ... Selamat Datang ... Semoga Blog Ini Bisa Memberi Manfaat ... Jangan Bosan Untuk Kembali lagi ^_^

Wednesday, January 21, 2009

Teman Sejati


oleh : Zen Yusuf Choodry

"Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharap perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas."
(Al-Kahfi: 28).

Allah menciptakan manusia dalam berbagai macam bentuk rupa, warna kulit, dan lidah yang berbeda-beda. Banyak sekali hikmah dan maksud dari semua itu. Di antaranya adalah agar manusia mengetahui sebagian tanda-tanda kebesaran Allah. Perbedaan dan keragaman manusia satu sama yang lainnya tidak terbatas pada hal-hal tersebut, tetapi karakter dan budaya manusia satu sama lain juga berbeda.
Sebagai anggota dari koloni yang sangat besar itu, masing-masing individu dari manusia haruslah menyadari dirinya, menyadari posisinya, menyadari akibat dari perbuatannya, dan peka terhadap apa yang ada di sekelilingnya, sehingga dia tampil sebagai sosok yang professional dan proporsional, dan mampu mengambil langkah yang tepat dalam menjalani kehidupannya. Itulah yang dituntut dari seorang muslim. Sehingga, ia tidak menempatkan dirinya pada posisi dan tempat yang salah.

Dalam mengomentari ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan, "Maksudnya, duduklah bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah, bertahlil, bertahmid, bertasbih, bertakbir, dan berdo'a kepadanya pada pagi dan sore hari, baik yang miskin maupun yang kaya, baik yang kuat maupun yang lemah."

Mengenai kalimat berikutnya, "dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharap perhiasan kehidupan dunia ini." Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Janganlah engkau mengabaikan mereka karena orang lain. Yakni, engkau mencari ganti mereka dengan orang-orang terhormat dan yang banyak kekayaan."

Selanjutnya Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang dimaksud dengan , "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaan mereka itu melampaui batas." yaitu janganlah mengikuti orang yang mengabaikan agama dan ibadah karena sibuk dengan urusan dunia. Sedang amal dan perbuatannya sebagai bentuk kebodohan, tindakan melampaui batas, dan sia-sia. Dan janganlah kamu taat kepadanya, jangan menyukai jalannya, dan jangan iri dengan keadaannya.

Meskipun ada yang mengatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan Rasulullah saw. dan para pemuka quraisy waktu itu, tapi hal itu sebenarnya juga berlaku untuk seluruh umatnya. Karena ada kaidah yang sangat bermanfaat mengatakan, "Ibrah itu dengan keumuman lafadz, bukan dengan kekhususan sebab." Jadi Islam ini adalah ditujukan untuk seluruh umat, meskipun Alquran turun dengan sebab-sebab tertentu, akan tetapi hal itu berlaku untuk seluruh umat dan tidak hanya khusus berlaku pada sebab turunnya itu.

Masyarakat yang kita hidup di dalamnya, terdiri dari berbagai macam kasta. Dari mulai yang elit sampai yang alit, dari mulai jendral sampai kopral, dari yang kelas atas sampai arus bawah, yang semuanya lengkap dengan pemikiran, budaya, dan tradisi masing-masing. Dan dari semua tingkatan itu, sangat sulit untuk mencari pergaulan yang baik, lingkungan yang sejuk, dan tempat yang aman dan damai. Padahal, lingkungan hidup mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kepribadian seseorang.

Kebanyakan manusia keliru dalam memilih lingkungan bergaul. padahal keliru dalam hal ini bisa berakibat fatal. Karena, seseorang akan cenderung mengikuti temannya, dan nantinya dia akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya. Sebagian orang membatasi pergaulannya hanya dengan orang-orang yang dianggap selevel dengan mereka, atau memilih orang-orang tertentu yang cocok untuk mereka. Tetapi seringnya, pertimbangan mereka dalam menentukan siapa yang cocok untuk mereka pergauli, adalah keliru. Biasanya, pertimbangan mereka itu berdasarkan kepentingan dan kesenangan dunia. Jalinan hubungan mereka terdiri atas orientasi dunia, yang notabenenya melalaikan dari dzikir kepada Allah. Adapun bagi orang muslim, ada tolok ukur lain dalam memilih tempat bergaul dan memilih teman sejati.

Ayat di atas menganjurkan kita untuk duduk bergaul dengan orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, tanpa pandang bulu. Baik itu dari kalangan atas, kalangan menengah, ataupun arus bawah yang miskin, yang kedudukannya tidak dihiraukan oleh masyarakat sekalipun. Orang yang banyak berdzikir, pada umumnya adalah orang-orang yang baik. Banyak berdzikir di sini, sangatlah luas. Bisa jadi, lidahnya selalu basah dengan dzikir, tasbih, tahmid, tahlil, dan kalimat-kalimat thayibah lainnya, atau semua perilakunya senantiasa bermuatan dzikir. Maka dari itu hendaknya kita hanya membatasi pergaulan kita dengan orang-orang yang baik, siapapun dia. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang baik, banyak sekali manfaat dan faedah yang kita dapatkan.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya, perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah bagaikan penjual (pembawa) minyak wangi dan tukang (peniup) pandai besi. Penjual minyak wangi, mungkin akan memberimu, atau engkau bisa membeli darinya, atau paling tidak engkau akan mendapat aroma yang enak. Sedangkan tukang pandai besi, kalau tidak membakar bajumu, paling tidak engkau akan mendapatkan bau busuk (tak sedap) darinya." (HR Mutaffaq 'alaih).

Demikian adalah permisalan dari Rasulullah saw. tentang teman yang baik dan teman yang buruk, berikut manfaat bergaul dengan mereka.

Terkadang, hanya karena mengejar kesenangan di dunia, manusia mengorbankan kesenangan yang hakiki. Yaitu ketika mereka salah dalam memilih teman duduk dan lingkungan pergaulan. Kebanyakan manusia lebih memilih teman yang bisa diajak bersenang-senang, hura-hura, dan menyia-nyiakan usia mereka, ketimbang bergaul dengan orang yang baik, banyak berdzikir, dan orang-orang yang takut kepada Allah. Karena memang orang yang banyak dzikir (orang-orang saleh), di mata masyarakat umum kurang di senangi, atau bahkan di anggap asing. Pandangan ini timbul karena masyarakat sudah mengalami krisis multidimensi, dan terutama adalah dekadensi moral yang sangat parah. Sehingga, orang yang seharusnya dijadikan teman duduk dan dipergauli justru dijauhi.

Padahal, syarat untuk menjaga keimanan dan mempertahankan akidah adalah dengan selalu bergaul bersama orang-orang saleh, dan memilih lingkungan pergaulan baik. Seperti yang dikisahkan oleh Rasulullah saw. tentang orang yang ingin bertaubat padahal sudah membunuh 99 kali dan belum pernah melakukan kebaikan. Ketika bertanya kepada seorang rahib tentang peluang taubatnya, sang rahib mengatakan tidak ada lagi peluang untuk taubat, hingga dibunuhlah rahib itu, dan genaplah 100 nyawa yang yang melayang melalui tangannya. Lalu dia mendatangi seorang alim, kemudian orang alim itu memberikan kabar gembira bahwa Allah akan menerima taubat hamba yang bersungguh-sungguh. Hingga ahkirnya, orang alim itu menyuruh laki-laki tersebut untuk meninggalkan kampung halaman dan lingkungan pergaulannya yang dahulu, lalu berhijrah menuju perkampungan orang-orang saleh. Tetapi, Allah berkehendak lain. Di tengah-tengah perjalanan, malaikat maut mencabut nyawanya. Hingga akhirnya malaikat rahmat dan malaikat adzab saling berebut tentang urusan laki-laki tersebut. Kemudian malaikat rahmat diperkenankan membawanya. Karena setelah diukur, ternyata jasad laki-laki itu lebih dekat jaraknya dengan perkampungan orang-orang yang saleh dibanding dengan lingkungannya yang dulu.

Kisah di atas hendaknya menjadi pelajaran bagi kita, bahwa lingkungan yang baik dan bergaul dengan orang-orang saleh, adalah sangat mutlak kita butuhkan untuk menjaga eksistensi keimanan kita.

Oleh karena itu, dalam memilih teman dan lingkungan, kita harus selektif, yaitu memilih orang-orang saleh yang banyak berdzikir, meskipun di mata manusia mereka bukanlah orang yang terpandang. Tapi di sisi Allah mereka mempunyai kedudukan yang tinggi. Mereka itulah yang hendaknya kita jadikan teman sejati. Agar efek samping yang kita dapatkan adalah kebaikan. Jangan sampai kita memilih teman dan lingkungan yang tidak baik, karena lambat laun dikhawatirkan kita akan tertular, atau paling tidak kita ikut terkena getahnya. Ada pepatah Arab mengatakan, "Akhlak yang buruk itu akan menular."

Semoga Allah membimbing kita agar mampu memilih dengan benar, siapa yang sebaiknya kita pergauli. Tiada daya dan upaya kecuali dengan (pertolongan) Allah. Wallahu a'lam.

No comments:

Post a Comment

Komentar yang sopan dan bijaksana cermin kecerdasan pemiliknya